Adapun jalan yang dipilih Muin, adalah dengan mengeluarkan belanja modal lebih untuk menjaga kualitas barang dagangannya sekaligus menjaga kepercayaan konsumen, meskipun dibalik itu tidak dapat dipungkiri ada keuntungan yang tengah menyusut.
"Kita jadi banyak modal, justru keuntungan makin nipis, menyikapinya sabar doang sebagai pedagang, agar orang kecil juga bisa makan, kita sebagai pedagang cuma bisa sabar doang," lanjut Muin.
Hal yang sama juga dikeluhkan oleh Erlina, seorang pedagang beras di salah satu kawasan industri di Jawa Barat. Kemampuan membeli masyarakat di wilayahnya tergolong lebih rendah, sehingga beras yang disediakan atau yang dijual Erlina harus dijaga di harga sekitar Rp10 ribu perliter.
"Kalau tempat saya itu menengah ke bawah, jadi saya lebih ke mencari beras murah, kalau tempat saya masyarakat yang penting makan," tambah Erlina.
Situasi naiknya harga beras ini cukup dirasakan oleh Erlina pada hari ini. Sebab, Erlina mengaku belanja beras satu minggu sekali dengan jumlah sekitar 30 karung. Minggu lalu, Erlina masih ingat, mengeluarkan belanja modal sekitar Rp20 juta untuk 30 karung. Namun hari ini, Erlina menyebut mengeluarkan belanja modal sekitar Rp30 juta dengan kuantitas saat belanja beras pekan lalu.
"Saya biasanya seminggu sekali belanja, minggu lalu 20 juta belanja beras, minggu ini 30 juta, dengan jumlah yang sama sekitar 30 karungan," lanjutnya.
Menyikapi kenaikan harga beras itu, Erlina lebih memilih untuk menjaga daya beli konsumennya dengan cara mempertahankan harga jual beras eceran, sekitar Rp10 ribu perliter. Namun konsekuensinya, ada kualitas yang sedikit menurun jika dibandingkan dengan sebelumnya.
"Makanya kalau yang paling laku itu biasanya ya beras dengan harga Rp10 ribuan atau Rp9,5 ribu, kalau untuk yang Rp12 ribu keatas kurang. Nah ini sekarang kan beras sedang mahal ya, makanya beras yang Rp10 Ribu agak jelek biasanya, lagi pada pusing orang," tutupnya.
(Taufik Fajar)