JAKARTA - Indonesia darurat judi online. Hampir seluruh golongan masyarakat main judi online, mulai dari kalangan anak-anak yang notabene termasuk pelajar, ibu rumah tangga, pekerja swasta, ASN, anggota DPR hingga polisi.
Dalam data Satgas Pemberantasan Judi Online sebanyak 2,3 juta warga Indonesia bermain judi online. Dari jumlah tersebut, 80 ribu di antaranya anak-anak berusia 10 tahun.
Data selanjutnya 440 ribu orang bermain judi online berusia 10-20 tahun atau setara 11%, kemudian sebanyak 520 ribu orang berusia 21-30 tahun main judi online atau setara 13%.
Pemain judi online terbanyak dari rentang usia 30-50 tahun mencapai 1.640.000 orang atau setara 40% dan usia di atas 50 tahun sebanyak 1.350.000 orang yang main judi online atau setara 34%.
Sementara, rata-rata transaksi judi online beragam tergantung kelasnya. Transaksi judi online kelas menengah ke bawah mulai Rp10.000 hingga Rp100.000. Sementara, kelas menengah atas transaksinya mencapai Rp100.000 hingga Rp40 miliar. Namun, jumlah pemain judi online dari masyarakat kelas menengah atas masih belum diungkap.
Perputaran judi online di Indonesia pun tidak main-main. Menembus angka Rp600 triliun hingga kuartal I-2024 dan aliran dananya mengalir ke sejumlah negara di luar negeri seperti Kamboja, Vietnam hingga Thailand.
Dalam transaksi ini, pemerintah akan memblokir 5.000 rekening bank yang diduga terkait dengan kegiatan judi online. Pemblokiran 5.000 rekening terkait judi online ini akan dilakukan PPATK dan OJK.
Dampak judi online tidak main-main, para pelaku judi online ada menjadi pencuri, utang sana sini karena kehilangan harta bendanya. Tidak hanya itu, dampak lainnya adalah stres hingga bunuh diri.
Sebagai contoh dampak mengerikan judi online adalah seorang Polwan membakar suaminya sendiri yang juga seorang Polisi karena terjerat judi online. Kasus ini viral dan menjadi salah satu pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan sampai ke akar-akarnya.
Salah satu alasan masyarakat main judi online adalah ingin cepat kaya dalam waktu instan. Padahal hal tersebut adalah fana. Bandar memberikan kemenangan sekali atau dua kali saja bagi penjudi agar merasa hal tersebut sangat mudah saat bermain judi online. Namun, itu hanyalah sebuah jebakan yang menjadi candu, sehingga rasa ingin main judi online terus ada karena kecanduan meski kekalahan yang akan didapat.
Presiden Jokowi membentuk Satgas Pemberantasan Judi Online yang tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Judi Daring yang dikomandoi Menko Polhukam Hadi Tjahjanto. Tugas satgas ini adalah pencegahan dan penindakan hukum bagi pelaku judi online termasuk dengan bandarnya.
Belum satu bulan pembentukan Satgas Pemberantasan Judi Online, kini muncul polemik pemberian bantuan sosial (bansos) korban judi online yang dilontarkan Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy. Pernyataan ini mengundang kontroversi sebab sangat aneh jika pelaku judi online diberikan bansos.
Dia memandang judi online membuat menjadi miskin dan layak masuk daftar penerima bansos. Namun pernyataan ini langsung diklarifikasi. Muhadjir mengatakan, pemberian bansos bukan untuk pelaku judi online namun keluarga yang terdampak judi online. Misalnya, seorang polisi main judi online, yang akan mendapatkan bansos adalah istrinya.
"Kan sudah berkali-kali saya sampaikan, itu (pemberian bansos) bukan hal penting dari tugas satgas pemberantasan judi online. Jadi itu bukan penting, yang penting pencegahan dan penindakan," kata Muhadjir, Rabu 19 Juni 2024.
Sayangnya, pernyataan Muhadjir ini hanya pendapat pribadinya saja. Tidak ada koordinasi dari pemerintah, baik antar menteri terkait hingga Presiden Jokowi.
Ya benar saja, Presiden Jokowi membantah pemerintah akan memberikan bansos korban judi online. Dia menegaskan, tidak ada anggaran dari APBN yang dikhususkan untuk bansos korban judi online baik pelaku maupun keluarga pelaku judi online.
"Enggak ada (rencana pemberian bansos). Enggak ada, enggak ada," kata Jokowi saat memberi pernyataan soal polemik bansos korban judi online, Rabu 19 Juni 2024.
Pernyataan ini juga dipertegas Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang mengatakan tidak ada anggaran bansos korban judi online di APBN 2024.
Penindakan menjadi salah satu prioritas karena judi online tindak pidana, sehingga pihak terlibat seperti penjudi hingga bandar akan diproses secara hukum. Atas dasar itu, bisa dipastikan bahwa pelaku judi online tidak akan diberikan bansos.
(Dani Jumadil Akhir)