6. Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi, baik yang bersifat nasional maupun global, dapat mengurangi daya beli masyarakat. Resesi ekonomi, misalnya, sering kali diiringi oleh penurunan pendapatan, meningkatnya pengangguran, dan menurunnya kepercayaan konsumen.
7. Utang Rumah Tangga
Utang rumah tangga yang tinggi mengurangi pendapatan yang tersedia untuk konsumsi. Jika banyak pendapatan yang harus digunakan untuk membayar cicilan utang, maka daya beli masyarakat untuk membeli barang dan jasa lainnya akan berkurang.
8. Perubahan Struktur Demografi
Perubahan struktur demografi, seperti penuaan populasi, juga dapat mempengaruhi daya beli. Populasi yang lebih tua cenderung mengurangi pengeluaran karena mereka cenderung hidup dengan pendapatan tetap atau pensiun.
9. Ketidakpastian Ekonomi
Ketidakpastian ekonomi, misalnya akibat krisis politik atau kebijakan yang tidak menentu, dapat membuat masyarakat menahan pengeluaran. Ketika orang-orang tidak yakin akan masa depan ekonomi, mereka cenderung menabung lebih banyak dan mengurangi konsumsi.
10. Pandemi dan Bencana Alam
Pandemi seperti Covid-19 dan bencana alam dapat mengganggu aktivitas ekonomi, meningkatkan pengangguran, dan mengurangi pendapatan masyarakat. Dampak langsung dari pandemi misalnya penutupan bisnis, yang mengakibatkan penurunan pendapatan dan daya beli masyarakat.
Penurunan daya beli masyarakat bisa disebabkan oleh salah satu atau kombinasi dari faktor-faktor di atas. Untuk mengatasi masalah ini, perlu adanya kebijakan yang tepat dari pemerintah dan partisipasi dari sektor swasta untuk menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh. Edy Mahmud menuturkan bahwa komponen yang memberikan kontribusi terhadap PDB adalah konsumsi rumah tangga sebesar 54,53 persen
"Pada triwulan II 2024 komponen ini tumbuh cukup kuat yaitu sebesar 4,93%, hal ini mengindikasikan masih kuatnya permintaan domestik dan daya beli masyarakat," kata Edy dalam Rilis Berita Resmi Statistik BPS, Senin (5/8/2024).
Edy Mahmud mengatakan, meski konsumsi tumbuh dibawah 5% dalam tiga kuartal terakhir, bukan berarti data tersebut gambaran daya beli masyarakat Indonesia yang melemah.
"Jadi untuk subkelompok atau komoditas pakaian dan transportasi mengalami pertumbuhan yang positif tapi tidak setinggi pertumbuhan tahun lalu," ungkap Edy.
Kemudian, lanjut Edy, pertumbuhan ditunjukkan indikator seperti indeks perdagangan eceran ril yang memang melambat dan juga penjualan wholesale sepeda motor yang juga melambat.
"Selain itu ada pergeseran sebagian Ramadhan, mempengaruhi polanya sehingga konsumsi persiapan Idulfitri sudah dilakukan di triwulan satu, pakaian juga sudah barangkali," jelas Edy.
(Dani Jumadil Akhir)