JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) akan dibahas bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang baru dilantik, Bahlil Lahadalia. Diyakini bahwa Bahlil mengutamakan kepentingan nasional dengan tidak mengimplementasikan skema power wheeling dalam RUU tersebut.
“Ada kepentingan nasional yang harus dijaga pada sektor ketenagalistrikan dari pada sekadar menerapkan skema power wheeling. Salah satu kepentingan negara yang harus dijaga antara lain adalah keterjangkauan tarif listrik yang selama ini dikendalikan oleh negara,” kata Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bachtiar, Kamis (22/8/2024).
Bisman menegaskan, RUU EBET yang memuat power wheeling kurang berpihak pada kepentingan negara karena skema power wheeling memungkinkan transfer energi listrik dari pembangkit swasta langsung ke fasilitas milik negara. Hal itu dapat mengancam kedaulatan dan ketahanan energi nasional.
“Dampak dari skema ini adalah sulitnya negara mengendalikan tarif listrik. Padahal, saat ini, negara telah mampu menjaga ketersediaan, keandalan serta keterjangkauan tarif listrik di tingkat masyarakat,” tegas Bisman.
Selain itu, Menteri Bahlil perlu berhati-hati dalam menerapkan power wheeling dalam RUU EBET karena berpotensi melanggar konstitusi dan mendorong liberalisasi sistem ketenagalistrikan.
Bisman juga mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa skema power wheeling inkonstitusional. Keputusan tersebut dituangkan dalam putusan nomor 111/PUU-XIII/2015, yang menyatakan bahwa unbundling dalam sektor kelistrikan tidak sesuai dengan UUD 1945.