JAKARTA - Data menunjukan betapa rentannya kelas menengah dan calon kelas menengah Indonesia untuk turun kelas. Hal ini membuat masyarakat kelas menengah sekarang lebih irit dan hemat.
Menurut Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Eko Listiyanto, banyak faktor yang membuat kelas menengah turun kelas. Bukan hanya pandemi Covid, tapi berkaitan juga dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang justru menakut-nakuti kelas menengah.
Mayoritas wacana kebijakan itu, katanya, berkaitan dengan harga-harga yang sebenarnya bisa dikontrol oleh pemerintah.
“Banyak sekali isu-isu yang akan menghantam daya beli kelas menengah. Kelas menengah ini kan rasional, kalau sudah tahu tahun depan tidak akan lebih baik dari tahun ini, mereka akan mengirit dan berhemat,” kata Eko.
Tarif pajak pertambahan nilai (PPN), misalnya, akan naik menjadi 12% pada 1 Januari 2025 sebagai tindak lanjut terbitnya Undang-Undang No. 7/2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan.
Pada Juni 2024, muncul pula peraturan pemerintah yang mewajibkan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Besar potongan yang akan ditanggung pekerja adalah 2,5% dan rencananya akan berlaku pada 2027.
Tapera menuai kritik dan penolakan luas dari masyarakat. Walau pemerintah sempat menyatakan sepakat menunda implementasinya, hingga kini belum ada peraturan resmi yang benar-benar membatalkan kebijakan ini.
“Tapera itu wacananya saja yang menurun, tapi tidak ada perpres yang membatalkan legal standing-nya. Jadi, nanti 2027 akan berlaku,” kata Eko.
Baca Selengkapnya: 9,48 Juta Warga Kelas Menengah Indonesia Jatuh Miskin Gegara Kebijakan Ini?
(Feby Novalius)