Mengapa Banyak Badai PHK Massal di Perusahaan Besar?

Dwi Fitria Ningsih, Jurnalis
Senin 18 November 2024 19:29 WIB
Mengapa Banyak Badai PHK Massal di Perusahaan Besar? (Foto: Okezone.com/Freepik)
Share :

JAKARTA - Mengapa banyak badai PHK massal di perusahaan besar? Akhir-akhir ini kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terjadi di berbagai sektor.

Mulai dari industri manufaktur, seperti garmen, tekstil, dan alas kaki menjadi yang paling banyak melakukan PHK massal.

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) melaporkan bahwa hingga Oktober 2024, sekitar 59.796 pekerja di berbagai daerah di Indonesia terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK). Angka ini mengalami kenaikan sekitar 25.000 pekerja dalam tiga bulan terakhir.

“Hingga Oktober 2024 terdapat 59.796 orang pekerja terkena PHK. Jumlah ini mengalami peningkatan sebanyak 25.000 orang dalam tiga bulan terakhir,” kata Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli dalam keterangan resminya di Jakarta, Senin (18/11/2024).

Lalu, apa sebenarnya yang menyebabkan hal ini terjadi? Apakah karena ekonomi global yang sedang sulit, perubahan teknologi, ataukah perusahaan sedang mencoba untuk menghemat biaya dengan efisiensi?

Berikut penyebab adanya badai PHK massal di perusahaan besar menurut para ahli, Okezone (18/11/2024):

1. Daya beli masyarakat yang menurun

Ketua bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Bob Azam mengungkapkan bahwa salah satu alasan sektor industri manufaktur kesulitan bertahan adalah melemahnya daya beli masyarakat. Sepanjang 2023, konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,82 persen, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat 4,94 persen.

2. Belum ada kesepakatan perdagangan dengan Uni Eropa

Bob Azam juga menyatakan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) banyak terjadi di perusahaan tekstil dan alas kaki yang mengandalkan pasar ekspor ke Eropa. Menurutnya, belum ada perjanjian melalui Union Comprehensive Economic Partnership Agreement sehingga hal ini membuat daya saing produk Indonesia melemah.

“Banyak perusahaan yang melakukan efisiensi karena dalam waktu dekat, mereka tidak melihat adanya faktor pengungkit,” ujar Bob.

3. Penurunan produksi dan permintaan yang lemah

Paul Smith, Direktur Ekonomi S&P Global Market Intelligence, menjelaskan bahwa penurunan produksi dan lemahnya permintaan baru menjadi penyebab utama terjadinya PHK massal di sektor manufaktur Indonesia. Penurunan tersebut tercermin dari turunnya Purchasing Manager’s Index (PMI) Indonesia menjadi 48,9 pada Agustus 2024, dibandingkan 49,3 pada Juli 2024.

“Tidak mengejutkan bahwa perusahaan menanggapinya dengan mengurangi karyawan, walaupun banyak yang percaya jika hal ini berlangsung sementara,” terang Paul.

4. Pengelolaan kebijakan pemerintah yang tidak tepat

Di sisi lain, Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies, berpendapat bahwa mayoritas penurunan kinerja sektor manufaktur disebabkan oleh pengelolaan kebijakan pemerintah yang kurang tepat. Dia juga membandingkan PMI manufaktur Vietnam yang tercatat 54,7 pada Juli 2024 dan Thailand yang berada di angka 52 pada Agustus 2024.

“Ini bukan soal kondisi eksternal, tetapi ketidakmampuan pemerintah dalam mengintervensi kebijakan,” ujar Bhima.

Menurutnya, intervensi pemerintah sangat dibutuhkan, terutama untuk mengurangi lonjakan impor pasca-pandemi Covid-19. Selain itu, pemerintah terlalu banyak memberikan insentif kepada industri hilirisasi mineral, padahal sektor tersebut menyerap tenaga kerja lebih sedikit dibandingkan sektor manufaktur.

5. Melonjaknya impor barang

Liliek Setiawan, Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Tengah, memperkirakan gelombang PHK akan terus berlanjut karena banyak perusahaan yang kesulitan bertahan. Ia menjelaskan bahwa industri manufaktur di Indonesia kesulitan berkembang karena banyaknya barang impor yang membanjiri pasar domestik.

“Segala hal diupayakan melalui efisiensi sampai terakhir tutup usaha,” kata Liliek

Gelombang PHK massal di perusahaan besar dipicu oleh faktor-faktor seperti menurunnya daya beli masyarakat, lemahnya daya saing produk Indonesia, dan kebijakan yang kurang efektif.

Oleh karena itu, kebijakan yang tepat, penguatan industri domestik, dan peningkatan daya beli masyarakat sangat penting untuk mengurangi dampak PHK dan menjaga keberlangsungan sektor industri.

(Feby Novalius)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya