4. Pengelolaan kebijakan pemerintah yang tidak tepat
Di sisi lain, Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies, berpendapat bahwa mayoritas penurunan kinerja sektor manufaktur disebabkan oleh pengelolaan kebijakan pemerintah yang kurang tepat. Dia juga membandingkan PMI manufaktur Vietnam yang tercatat 54,7 pada Juli 2024 dan Thailand yang berada di angka 52 pada Agustus 2024.
“Ini bukan soal kondisi eksternal, tetapi ketidakmampuan pemerintah dalam mengintervensi kebijakan,” ujar Bhima.
Menurutnya, intervensi pemerintah sangat dibutuhkan, terutama untuk mengurangi lonjakan impor pasca-pandemi Covid-19. Selain itu, pemerintah terlalu banyak memberikan insentif kepada industri hilirisasi mineral, padahal sektor tersebut menyerap tenaga kerja lebih sedikit dibandingkan sektor manufaktur.
5. Melonjaknya impor barang
Liliek Setiawan, Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Tengah, memperkirakan gelombang PHK akan terus berlanjut karena banyak perusahaan yang kesulitan bertahan. Ia menjelaskan bahwa industri manufaktur di Indonesia kesulitan berkembang karena banyaknya barang impor yang membanjiri pasar domestik.
“Segala hal diupayakan melalui efisiensi sampai terakhir tutup usaha,” kata Liliek
Gelombang PHK massal di perusahaan besar dipicu oleh faktor-faktor seperti menurunnya daya beli masyarakat, lemahnya daya saing produk Indonesia, dan kebijakan yang kurang efektif.
Oleh karena itu, kebijakan yang tepat, penguatan industri domestik, dan peningkatan daya beli masyarakat sangat penting untuk mengurangi dampak PHK dan menjaga keberlangsungan sektor industri.
(Feby Novalius)