Kripto Kena PPN 12%
Transaksi pembelian aset kripto kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% yang berlaku efektif mulai 1 Januari 2025. Penyesuaian tarif PPN ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 dan PMK Nomor 81 Tahun 2024 yang mengatur tarif PPN untuk transaksi aset kripto dan barang tertentu lainnya.
Kini, tarif PPN untuk transaksi pembelian aset kripto melalui Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) yang ditetapkan sebesar 0,12% (1% x 12%) dari nilai transaksi.
Sementara itu, transaksi lainnya, seperti biaya deposit, biaya penarikan rupiah, dan biaya trading, dikenakan tarif PPN efektif sebesar 11%, sesuai dengan PMK Nomor 131 Tahun 2024 Pasal 3.
Penting untuk dicatat, PPN ini dikenakan atas biaya transaksi tersebut, bukan atas jumlah uang yang didepositkan atau ditarik. Ketentuan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah memberikan perlakuan pajak khusus terhadap aset kripto, mengingat sifatnya yang unik dan berbeda dengan barang atau jasa konvensional.
CEO Indodax Oscar Darmawan, menyatakan, sebagai pelaku industri memastikan kepatuhan penuh terhadap peraturan yang berlaku dengan berkonsultasi secara intensif bersama otoritas terkait, termasuk kantor pajak. Penyesuaian tarif PPN ini adalah langkah penting dalam mendukung transparansi perpajakan di Indonesia sekaligus memastikan keamanan dan kenyamanan transaksi bagi pengguna.
Dia juga menekankan pentingnya regulasi yang jelas untuk mendorong kepercayaan di sektor aset kripto.
“Kami memahami bahwa interpretasi terhadap peraturan perpajakan sering kali menghadirkan tantangan. Namun, melalui kerja sama dengan otoritas terkait, kami yakin langkah ini akan memberikan manfaat jangka panjang bagi ekosistem kripto di Indonesia,” tambahnya.
Deputi Direktur Center For Indonesia Taxxation Analysis (CITA) Ruben Hutabarat mengungkapkan kenaikan tarif PPN menjadi 12% yang berlaku pada tahun 2025 hanya meningkatkan tax ratio sesaat.
Menurutnya, hal tersebut telah tergambar dari kenaikan tarif PPN dari 10% pada tahun 2021 menjadi 11% pada tahun 2022 yang lalu. Kenaikan tarif pajak pada tahun 2022 itu memang membuat tax ratio negara meningkat dari sebelumnya 9,11% menjadi 10,38%.
"Kalau melihat berkaca tahun 2023 terjadi kenaikan menjadi 11%, memang terjadi kenaikan tax ratio yang cukup signifikan, dari yang awalnya di bawah 10% atau 9,11% menjadi 10,38%," ujar Ruben dalam Market Review IDXChannel.
Namun demikian, Ruben menyebut kenaikan tax ratio itu tidak berlangsung lama untuk kemudian mengalami penurunan. Misalnya tax ratio yang awalnya naik 10,38% kemudian turun menjadi 10,31% pada tahun 2023 dan terakhir turun menjadi 10,12% pada tahun 2024.
"Setelah terjadi kenaikan tarif PPN, kembali mengalami penurunan dari 10,38% melandai ke 10,31%, dan 10,12%, mungkin ini yang menjadi kekhawatiran pemerintah juga, melihat terjadinya tren penurunan tax ratio," tambahnya.
Sehingga menurut Ruben peningkatan tarif pajak bukan menjadi satu - satunya solusi untuk meningkatkan tax ratio. Sebab jika berkaca pada kenaikan tarif sebelumnya, kenaikan tarif pajak juga bakal membuat tax ratio menurun.
Bahkan angka tax ratio 4 tahun kebelakang ini tidak sejalan dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang ditetapkan sebesar 11,8 - 12,8% terhadap PDB (Produk Domestik Bruto).
"Upaya meningkatkan tax ratio seharusnya tidak semata-mata dengan menaikkan tarif, walaupun menaikkan tarif cara paling mudah memang meningkatkan tax ratio. Seharusnya Pemerintah bisa menggunakan strategi lain," pungkasnya.
(Taufik Fajar)