JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengaku ada kejanggalan dalam upaya pemerintah untuk memberantas barang impor ilegal yang terbukti merugikan industri dalam negeri dan penyebab PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).
Sebab menurutnya, sejak pembentukan satgas Pemberantasan Barang Impor, ketika ada pengungkapan kasus hanya barang buktinya saja yang kerap ditampilkan, namun tidak pernah memunculkan siapa pelaku importinya.
"Makanya beberapa waktu lalu ada satgas pemberantasan barang impor, tapi itu waktu pertama saja, kemudian sekarang ini kita tidak pernah dengar lagi aktivitas satgas tersebut," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Jumat (31/5/2025).
Ristadi mengatakan, kondisi berbeda ketika pengungkapan kasus penyelundupan narkoba yang mana ditampilkan barang bukti hingga pelakunya. Namun tidak untuk praktik barang impor ilegal, sehingga menimbulkan kejanggalan bagi KSPN.
"Ada yang janggal bahwa ketika pemerintah bisa menangkap tangan praktik ilegal impor itu, di publikasi, yang di ekspose hanya barang saja, tapi pelakunya, siapa importirnya yang melakukan praktik ilegal tidak pernah disebutkan," kata Ristadi.
"Berbeda kalau aparat penegak hukum menemukan narkoba atau sejenisnya, tertangkap tangan, di ekspose, barang bukti ditampilkan, pelakunya juga ditampilkan, tapi untuk ilegal impor ini, yang ditampilkan hanya barang buktinya saja," tambahnya.
Ristadi menduga, sebetulnya Pemerintah sendiri sudah mengetahui siapa pemain dibalik masuknya barang-barang impor ilegal, terutama untuk produk tekstil. Namun, masih enggan untuk menyebut nama pelaku hingga memberikan hukuman atas kasus penyelundupan.
"Kami melihat seolah pemerintah sudah tahu tapi kemudian seperti setengah hati untuk memberantas praktik ilegal impor, tentu ini merugikan produsen dalam negeri," katanya.
Situasi ini, dikatakan Ristadi akan mengancam sektor industri hingga tenaga kerja di tanah air. Sebab, barang impor yang masuk ini menjadi momok barang-barang produksi lokal tidak laku terserap oleh pasar karena tidak kompetitif dibandingkan barang impor ilegal yang bebas dari pajak.
"Kami sempat mengobrol dengan beberapa pemilik kios toko, jadi dalam mendapatkan itu, ada namanya blackmarket, kami meyakini praktik impor ilegal ini sebetulnya pemerintah atau pejabat kita sudah tau sejak lama," pungkasnya.
(Taufik Fajar)