Arief menambahkan, penerapan prinsip B2SA diperkuat melalui Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2024 tentang Percepatan Penganekaragaman Pangan Berbasis Potensi Sumber Daya Lokal.
Dalam pelaksanaannya, NFA telah menyiapkan modul edukasi dan panduan menu B2SA berbasis kearifan lokal yang dapat digunakan pemerintah daerah sebagai acuan dalam melakukan edukasi kepada para siswa penerima program MBG.
“Konsumsi pangan bergizi tidak cukup hanya diberikan, tapi juga perlu membangun pemahaman mereka. Edukasi ini penting untuk membentuk perilaku makan sehat jangka panjang, yang akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia Indonesia,” tambahnya.
Dari sisi pengawasan, Badan Pangan memperkuat peran Otoritas Kompeten Keamanan Pangan (OKKP) di pusat dan daerah untuk menjamin keamanan pangan segar yang digunakan dalam program MBG.
“Pengawasan dilakukan melalui pengujian keamanan pangan dengan rapid test kit dan pengujian di laboratorium jika diperlukan. Selain itu juga dilakukan pengawasan penerapan sanitasi higiene di Dapur MBG.” tegas Arief.
Menurut Arief, NFA juga mendorong indikator skor Pola Pangan Harapan (PPH) menjadi indikator yang dapat dilihat dalam memantau keberagaman dan keseimbangan konsumsi pangan oenerima program MBG. Semakin tinggi skor PPH, semakin baik kualitas gizi dan variasi makanan yang dikonsumsi.
Badan Pangan menyebut mekanisme pencegahan dan penanganan sisa pangan melalui edukasi porsi makan, pelatihan efisiensi pengolahan dapur MBG, serta optimalisasi pemanfaatan pangan layak konsumsi agar tidak terbuang percuma.
Adapun Program MBG ditargetkan menjangkau 82,9 juta penerima manfaat pada November 2025 dengan dukungan anggaran sebesar Rp121 triliun.
(Taufik Fajar)