Kemudian, melakukan peninjauan ulang dan penyusunan kembali Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor: 188. K/TL. 03/MEM. L/2025 tanggal 26 Mei 2025 Tentang Pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT
Perusahaan Listrik Negara (Persero) Tahun 2025 sampai dengan tahun 2034 melalui proses yang transparan, partisipatif, dan akuntabel, dengan melibatkan DPR RI dan DPP SP PLN.
“Keberatan atas RUPTL ini telah kita ajukan kepada Menteri ESDM dan DPR, karena RUPTL bertentangan dengan amanat konstitusi untuk mewujudkan kesejahteraan sebagaimana Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 mengamanatkan bahwa bumi, air, dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. RUPTL 2025-2034 menunjukkan bahwa pemerintah masih lebih mengutamakan investor asing daripada mempercayakan kepada PLN," kata Ketua Umum DPP SP PLN M Abrar Ali di Jakarta, Rabu (3/9/2025).
Pihaknya juga sebelumnya pada 21 Agustus 2025 telah mengajukan keberatan kepada Menteri ESDM dan DPR. Padahal, sebagai bagian dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia), pemerintah harusnya lebih berpihak kepada PLN sesuai dengan amanah Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Penambahan kapasitas pembangkit dalam RUPTL itu 76% atau 52,9 GW, akan berasal dari energi baru terbarukan (EBT), sementara 24% berasal dari pembangkit fosil seperti batu bara. RUPTL tersebut diperkirakan membutuhkan investasi sebesar Rp2.967,4 triliun.
Dari jumlah tersebut, untuk investasi pembangkit Rp2.133,7 triliun, penyaluran listrik Rp565,3 triliun dan pemeliharaan Rp268,4 triliun.
Bahwa investasi dalam RUPTL ini dibedakan dalam dua fase. Pertama, periode 2025-2029 berjumlah Rp1.173,94 triliun yang terdiri atas: Pembangkit IPP Rp 439,6 triliun (38%) Transmisi dan gardu induk Rp 191,1 triliun (16%) Pembangkit PLN Rp 306,3 triliun (26%) Distribusi dan lisdes Rp 105,7 triliun (9%) Lain-lain Rp 131,24 triliun (11%).
Sementara itu, di periode 2030-2034 sebesar Rp 1.793,48 triliun terdiri atas: Pembangkit IPP Rp 1.126,5 triliun (63%) Transmisi dan gardu induk Rp 201 triliun (11%) Pembangkit PLN Rp 261,3 triliun (14%) Distribusi dan lisdes Rp67,5 triliun (4%) lain-lain Rp137,18 triliun (8%).
Berdasarkan kajian DPP SP PLN, investasi pembangkit dalam RUPTL ini mayoritas oleh Independent Power Producer (IPP) atau pembangkit listrik swasta sebesar 73% sebesar Rp1.566,1 triliun. Sementara investasi PLN khusus untuk pembangkit sebesar hanya Rp567,6 triliun, atau hanya sekitar 20 persen.
“Dari besaran nilai investasi tersebut, jelas terlihat pemerintah masih lebih memilih investor asing dibanding perusahaan milik sendiri, dalam hal ini PLN sebagai BUMN. Harapan kita agar ditangguhkan dulu RUPTL. Kepmen ESDM RI 188 Tahun 2025 ini tidak nasionalis serta bertentangan dengan apa yang disampaikan Presiden
pada pertemuan dengan MPR RI yang lalu Prabowo yang mengharapkan BUMN agar berkontribusi lebih bagi pembangunan nasional," tutupnya.
(Taufik Fajar)