JAKARTA - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyiapkan aturan terkait redenominasi Rupiah atau penyederhanaan nilai tukar Rupiah. Rencana redenominasi Rupiah akan dimulai pada tahun 2027.
Dengan rencana redenominasi ini, Rupiah akan mendapatkan pengurangan sebanyak tiga angka nol di belakang sehingga uang Rp1.000 akan berubah menjadi Rp1.
Aturan terkait redenominasi Rupiah akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) mengenai Perubahan Harga Rupiah atau redenominasi Rupiah yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029 yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa pada 10 Oktober 2025.
"RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) merupakan RUU luncuran yang rencananya akan diselesaikan pada tahun 2027," tulis peraturan tersebut dikutip, Jakarta, Senin (10/11/2025).
Dalam RUU tentang Perubahan Harga Rupiah atau redenominasi Rupiah terdapat empat urgensi pembentukan, di antaranya:
1. Efisiensi perekonomian dapat dicapai melalui peningkatan daya saing nasional
2. Menjaga kesinambungan perkembangan perekonomian nasional
3. Menjaga nilai rupiah yang stabil sebagai wujud terpeliharanya daya beli masyarakat
4. Meningkatkan kredibilitas Rupiah.
RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) merupakan RUU luncuran yang rencananya akan diselesaikan pada tahun 2027.
Selain Redenominasi, Kemenkeu juga menargetkan RUU lain yang ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional Jangka Menengah Tahun 2025-2029 di antaranya:
1. Rancangan Undang-Undang tentang Perlelangan
2. Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Kekayaan Negara
3. Rancangan Undang-Undang tentang Penilai
Sementara itu, ekonom Universitas Hasanuddin sekaligus Ketua KPPU RI periode 2015–2018 Muhammad Syarkawi Rauf menilai bahwa langkah redenominasi dapat menjadi strategi penting untuk memperkuat kredibilitas Rupiah dan menekan fenomena currency substitution atau dolarisasi.
Menurut Syarkawi, lemahnya posisi Rupiah di kancah global menjadi tantangan serius dalam menjaga kedaulatan moneter Indonesia. Saat ini, Rupiah masih berada di peringkat keenam mata uang paling lemah di dunia, bersaing dengan Vietnam Dong dan beberapa negara berkembang lainnya.
“Nilai Rupiah yang sangat lemah terhadap dolar AS menimbulkan masalah kredibilitas dalam transaksi internasional. Bahkan, hal itu turut menurunkan fungsi Rupiah sebagai alat tukar, alat hitung, dan penyimpan kekayaan di dalam negeri,” ujar Syarkawi.