JAKARTA - Managing Director Non-Financial Holding Operasional Danantara, Febriany Eddy, blak-blakan soal aktor belakang atau back actor di balik terbentuknya anak usaha BUMN selama ini. Kondisi ini akhirnya membuat perusahaan pelat merah kerap merugi karena menanggung beban operasional anak atau cucu usaha yang dibentuk tanpa decision making yang jelas.
Padahal, sektor usaha yang dijalankan oleh anak atau cucu usaha itu juga tidak cukup penting atau menguntungkan bagi induk usaha.
"Dulu dibuat perusahaan itu dengan konteks yang sudah sangat berbeda dari hari ini. Kedua, mohon maaf, ada back actor juga, ada back decision juga, jadi dulu kan kalau anak (perusahaan) bisa kita langsung tunjuk (komisaris/direksi), ini itu lah," ujarnya.
Febriany mengatakan saat ini total ada sekitar 1.000 perusahaan BUMN, baik dari induk usaha, anak usaha, hingga cucu perusahaan. Bahkan setengah dari total perusahaan negara itu hingga saat ini masih tercatat merugi.
"Anak-anak perusahaan itu, contoh perusahaan telekomunikasi, pekerjaan yang gampang sekalipun bisa diambil oleh 4–5 perusahaan. Jadi margin itu hilang," tambahnya.
Ia menambahkan, saat ini yang menjadi salah satu fokus Danantara adalah memangkas jumlah perusahaan BUMN. Dari yang sebelumnya berjumlah sekitar 1.000 perusahaan, targetnya hanya ada sekitar 200 perusahaan saja.
"Jadi anak-anak yang tidak ada manfaatnya, atau dulu dibuat dengan decision yang berbeda dari hari ini, mesti kita eliminate," tegasnya.
Baca Selengkapnya: 7 BUMN Karya Berebut Tender, Danantara: Tidak Sehat, Kita Saling Bunuh
(Feby Novalius)