JAKARTA - Pengusaha nasional menilai, rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Sediaan Farmasi, Pangan Olahan, Perbekalan Kebutuhan Rumah Tangga, dan Alat Kesehatan akan menghambat iklim investasi di Indonesia.
Perwakilan US-ASEAN Business Council Rachmat Hidayat mengatakan, saat ini RUU itu masih dalam bentuk draft yang dibahas Badan Legislatif (Baleg). Lalu akan dibahas di DPR RI. Kemudian, setelah final, kata dia, akan disampaikan ke Presiden dan menugaskan Menteri terkait untuk membahasnya lebih lanjut.
"Kami berharap, keberatan dan masukan kami bisa dipertimbangkan. Dalam hal ini, semoga Menteri Perdagangan bisa menyuarakan kekhawatiran kami karena aturan itu tidak mungkin diterapkan. Apakah BUMN siap kalau diberlakukan," kata Rachmat di Jakarta, Senin (2/4/2012).
Dia menambahkan, pihaknya telah diundang oleh Baleg untuk memberikan masukan terkait RUU tersebut.
"Dan, kami melakukan konsultasi dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag), yakni dengan Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional Imam Pambagyo. Intinya, dalam dua pertemuan itu, kami menyampaikan, RUU itu akan merusak tatanan bisnis di Indonesia," ujarnya.
RUU, lanjutnya, mengatur mengenai pengadaan dan pembuatan pangan olahan untuk anak yang berumur di bawah lima tahun hanya bisa dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan semua pembuatan, pengadaan, dan kegiatan usaha di bidang farmasi hanya bisa dilakukan BUMN.
"Namun, ada pasal lagi yang mengatur, perusahaan lain bisa melakukan kegiatan usaha di sektor-sektor itu, asalkan mendapat izin dari Kementerian BUMN," ucapnya.
Dia menilai, hal tersebut membingungkan. "Selama ini, sektor-sektor itu kan sudah regulated, mulai dari BPOM dan Kementerian Kesehatan. Sekarang, ditambah lagi dari BUMN,” tuturnya.
Saat ini, kata dia, banyak perusahaan asal Amerika Serikat (AS) yang bergerak di sektor pangan olahan, alat kesehatan, dan farmasi di Indonesia.
“Keberatan serupa juga sudah disampaikan oleh Gapmmi dan asosiasi perusahaan nutrisi ibu dan anak,” terangnya.