JAKARTA - Berdasarkan luas bangunan dan tanahnya, Istana Bogor merupakan istana terbesar dan terluas dari lima Istana Kepresidenan yang lain.
Sementara itu, rusa-rusa yang menghuni halaman Istana Bogor terus beranak-pinak hingga mencapai 700-an ekor, padahal daya dukung halaman Istana Bogor sebetulnya hanya ideal untuk 300 ekor rusa. Untuk mengurangi jumlahnya, beberapa ekor rusa telah dipindahkan ke Istana Tampaksiring di Bali, kompleks Badan Intelijen Negara di Jakarta, dan beberapa kantor Gubemur di tanah air.
Semua langkah tertata untuk konservasi rusa ini dilaksanakan pada masa Presiden Megawati. Demikian hasil penelusuran Okezone dari berbagai sumber, Senin (6/4/2014)
Hamparan rumput Istana juga dihiasi dengan beberapa tempayan-tempayan besar tanah liat, yang dibuat pada masa Bung Karno. Dari masa penjajahan Belanda masih tertinggal beberapa tempayan asli dari China.
Menurut cerita, Bung Karno pernah mengutus seorang staf Istana untuk membeli tempayan yang biasa dipakai sebagai penyimpan kedelai di pabrik tabu kepunyaan orang-orang Tionghoa. Akan tetapi, temyata tidak seorang pun bersedia menjualnya karena benda itu selain langka memang sangat diperlukan dalam pembuatan tahu.
Staf Istana itu kemudian diam-diam mencoba membuat tempayan semacam itu di Plered, sebuah tempat di Jawa Barat yang memang terkenal kerajinan tanah liatnya. Percobaan itu temyata berhasil, sehingga Bung Karno memesan banyak lagi tempayan besar dari Plered yang hingga kini menghiasi halaman Istana Bogor.
Dulu Bung Karno juga sempat mendatangkan beberapa pasang angsa dari Swiss untuk dipelihara di kolam-kolam Istana. Tetapi, angsa-angsa itu tidak sanggup bertahan hidup lama di cuaca tropis.
Menjelang 1960, Istana Bogor menjalankan fungsi yang sama dengan Istana Merdeka dan Istana Negara di Jakarta, yakni sebagai tempat kediaman sekaligus tempat kerja Presiden Republik Indonesia.
Bung Karno membagi waktunya antara Jakarta dan Bogor secara tetap, setelah menikahi Ibu Hartini di Istana Cipanas pada 1953. Setiap hari Jumat, Sabtu, dan Minggu ia akan berada di Istana Bogor. Lalu pada hari-hari lain, di Istana Merdeka Jakarta.
Dengan pengaturan ini Ibu Hartini pun kemudian dimukimkan di Paviliun Amarta (Paviliun 2) Istana Bogor. Bangunan induk tetap dipergunakan untuk Ibu Fatmawati dan putra-putrinya. Di bangunan induk ini, Bung Karno dan Ibu Fatmawati menempati ruang depan dengan jendela menghadap ke halaman depan Istana Bogor.
(Widi Agustian)