JAKARTA - Pergeseran pola produksi perusahaan rokok dari tenaga manusia ke mesin di Indonesia telah menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap para pekerja, seperti yang di alami ribuan orang di pabrik rokok kretek milik PT Sampoerna.
Menghadapi dampak tersebut, pemerintah diminta lebih bijak mengambil keputusan serta penanganan terhadap industri rokok kretek atau sigaret kretek tangan (SKT) di dalam negeri.
"Kami minta pemerintah buat diversifikasi antara SKM (Sigaret Kretek Mesin) dan SKT, khusus untuk industri non besar atau yang dikenal dengan industri asli," tutur Anggota Komisi VI DPR RI, Airlangga Hartarto dalam sambutannya saat perayaan 14 tahun berdirinya Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Kamis (12/6/2014).
Usulan tersebut disampaikan, pasalnya industri SKT hingga saat ini dikenakan besaran tarif cukai yang dama dengan industri SKM.
"Industri tangan diberikan cukai yang sama. Ini kalau dibiarkan akan dapat menciptakan pengangguran. Ini juga termasuk iklim usaha yang tidak sehat," ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung menyatakan, pengenaan cukai yang kini diterapkan tidak mengandung unsur keberpihakan. Dirinya mengatakan akan membahas kemungkinan insentif bagi perusahaan-perusahaan rokok yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
"Pemerintah berkewajiban dalam masalah ini karena jumlahnya banyak. Masalah cukai tidak berpihak kepada salah satunya. Kita koordinasikan untuk memberikan insentif bukan hanya untuk ini tapi juga untuk yang menyerap tenaga kerja besar," tukasnya.
(Rizkie Fauzian)