"Kejadian Benjina kita sangat terpukul. Kita berharap solid menangani ini," ungkap Susi di Jakarta, Rabu (1/4/2015).
Susi mengungkapkan, saat ini terdapat puluhan laporan yang diterima oleh pihaknya terkait puluhan pekerja Anak Buah Kapal (ABK) asing yang bekerja di PT PBR meninggal secara memprihatinkan dengan berbagai sebab. Di antaranya lantaran praktik perbudakan, yang terbilang sangat tidak manusiawi.
"Ya kejadiannya seperti ini, yang meninggal ada 20 sampai 30 orang setiap tahun dan saya dnggak enak makan," imbuh dia.
Menurut dia, berdasarkan temuan lapangan, terdapat banyak ABK yang berada di dalam kapal-kapal Thailand bukanlah berasal dari Thailand melainkan dari Kamboja dan Myanmar. Bahkan,banyak orang berasal dari Thailand yang tidak berminat menjadi, lantaran memiliki risiko yang cukup berat.
"Pemerintah Thailand punya kebijakan tahanan menjadi ABK kapal, karena tidak banyak orang Thailand yang mau jadi ABK. Selain tahanan, tenaga kerja ABK kapal Thailand itu dari Kamboja dan Myanmar," jelasnya.
Susi mengungkapkan, di Thailand banyak terdapat jumlah ABK asing dari Myanmar dan Kamboja mencapai 100.000 orang. Berdasarkan jumlah tersebut, sebanyak 1.185 orang bekerja di Benjina dengan identitas resmi dari imigrasi yang dikeluarkan oleh Thailand.
"Mereka tidak punya dokumen imigrasi, dan tinggal sudah cukup lama di Benjina. Saya bicara ini slavery, aparat bilang tidak ada slavery. Memang kejadian seperti itu. Kita minta maaf kepada dunia," pungkasnya.
(Martin Bagya Kertiyasa)