Anggota BPK, Achsanul Qosasi, mengungkapkan BPK telah mendapatkan bahan dan data yang akan ditindaklanjuti secara hukum kepada Bareskrim. Meskipun, temuan tersebut merupakan temuan pada 2013 yang baru di finalisasi pada 2014.
"Ini bukan berulang, tapi pendalaman 2013 karena dari pemeriksaan biasa, kami perdalam dengan investigasi. Kemudian ditemukan ini, memang ini adanya di 2013 tapi kami finalisasi di 2014," ujar Achsanul di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (6/6/2015).
Dia menjelaskan, BPK telah menyerahkan segala proses penyelidikan selanjutnya kepada pihak Bareskrim, terutama dalam penyelidikan terkait modus perusahaan tersebut yang diduga berpotensi merugikan negara.
"Potensinya bagaimana 100 ribu direncanakan terlaksana 100 hektare. Jadi kalau modusnya biar Bareskrim yang ketahui itu, tapi ada cara-cara yang tidak efektif yang berpotensi merugikan negara," imbuh dia.
Di sisi lain, dia mengatakan temuan kerugian negara tersebut didasari oleh perencanaan pihak BUMN yang tidak melibatkan Kementerian Pertanian atau Dinas Pertanian dalam pencetakan sawah yang berperan dalam membentuk lumbung pangan nasional. Apalagi, BUMN tersebut bisnisnya tidak berfokus pada industri pencetakan sawah.
"Kenapa di Ketapang, bukan Pulau Jawa yang mudah terjangkau, atau di Merauke yang dijadikan target lumbung pangan nasional. Ketiga, kenapa melibatkan BUMN sebagai pelaksana, bukan pihak lain yang memang ahli dalam kerjakan pertanian karena PT Hutama Karya dan SHS yang jalankan itu tidak fokus di sana," imbuh dia.