JAKARTA - Tidak selamanya bekerja sebagai karyawan akan membuat seseorang puas. Tidak jarang, banyak yang banting setir, karena menemukan potensi bisnis besar, yang nampaknya belum tersentuh dengan baik.
Adalah Aang Permana, yang mengubah takdirnya dari karyawan menjadi pengusaha ikan sipetek. Pria yang baru berusia 25 tahun ini berhasil mengolah ikan sipetek menjadi makanan yang selama ini tersingkirkan.
"Ikan petek itu selalu dibuang oleh nelayan, jadi nelayan menjaring ikan dan ambil ikan yang besar saja, ikan sipetek ini dibuang," kata Aang kepada Okezone.
Aang mengaku, tidak mudah meracik ikan sipetek menjadi akrab di lidah masyarakat. Sebab, ikan kecil asal Cianjur ini memiliki tingkat keamisan yang tinggi. Saat ini, Aang berhasil membuat produk Crispy Ikan Sipetek khas Cianjur, Jawa Barat.
Bahkan, anak pertama dari dua bersaudara itupun rela resign dari perusahaan oil and gas swasta yang beroperasi di Indonesia, yaitu PT Radiant Utama Interinsco.
Keputusannya keluar dari perusahaan oil and gas pun menjadi gerbang meraih kesuksesan. Pasalnya, pada saat masih bekerja di perusahaan tersebut, Aang mengaku banyak mendapatkan pengalaman yang berharga, salah satunya pemanfaatan ikan-ikan air tawar berbadan kecil.
"Banyak di wialayah lain seperti Sumatera, ikan kecil tapi harganya mahal, makanya saya pas pulang kampung bawa ikan sipetek ke laboratorium, dan kebetulan ada resep untuk menghilangkan bau amis," tambahnya.
Aang menyabutkan, awalnya dia mengembangkan makanan Crispy Ikan Sipetek dengan modal sebesar Rp3 juta, yang merupakan sisa gaji saat masih bekerja di perusahaan oil and gas.
Dengan modal yang cukup kecil dan keputusan berani untuk resign dari perusahaan oil and gas, Aang mendapatkan omzet Rp150 jutaan per bulannya dari ikan sipetek hasil kreasinya.
Bahkan, Aang mengungkapkan, ke depannya akan mengembangkan produknya sebagai cendramata khas Cianjur. Selama ini, Cianjur hanya terkenal dengan ikan bakar guramenya saja.
Tidak hanya itu, Aang juga berhasil memperdayakan wanita paruh baya yang berada di sekitar lingkungan rumahnya sebagai pegawai. "Karyawan ada 17 karyawan, kebanyakan ibu-ibu di atas 40 tahun yang kita nilai yang kita tidak mampu, karena kalau yang muda itu masih bisa diterima di tempat kerjaan lain, di pabrik," tutupnya.
(Fakhri Rezy)