Dirinya mengakui pertumbuhan ekonomi memang tercipta, namun lebih inklusif dinikmati para pelaku ekonomi besar yang sekaligus melahirkan kelas menengah yang menjadi sumber pertumbuhan melalui konsumsiyang terus meningkat.
Berdasarkan data bank dunia pada 2003 menyebutkan jumlah kelas menengah di Indonesia hanya 37,7 persen dari polulasi yang ada. Namun pada 2010, kelas menengah di Indonesia justru sudah mencapai 134 juta jiwa atau 56,6 persen.
Namun dari turunnya harga komoditi, justru telah mengakibatkan pertumbuhan konsumsi melemah dan melahirkan triple defisit atau defisit anggaran, defisit perdagangan dan defisit neraca pembayaran.
Oleh karena itu, sambung dia, perkembangan ekonomi, sosial bahkan geopolitik regional mengharuskan adanya perubahan strategi serta ukuran prioritas konsep membangun untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan keuangan yang inklusif.
Dalam hal ini dibutukan politik ekonomi baru. Sasaran dari transformasi politik ekonomi ini selain ditujukan untuk mengurangi kesenjangan antargolongan, antardaerah dan kapasitas SDM, juga membangun fondas ekonomi yang solid.
(Fakhri Rezy)