YOGYAKARTA – Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Yogyakarta membentuk Tim Ahli Cagar Budaya yang bertugas mengkaji bangunan warisan budaya (BWB), apakah masuk kriteria bangunan cagar budaya (BCB) atau tidak.
Nantinya hasil kajian akan dipakai sebagai landasan hukum untuk mengawasi agar BCB tidak diubah bentuknya jika diperjualbelikan oleh pemilik. "BCB bisa dijual, dialihkan pemiliknya, tapi tidak boleh diubah bentuk arsitektur aslinya. Hasil kajian nanti untuk mematok bagian mana yang boleh diubah dari sebuah BCB, mana yang tidak. Siapa tahu pembelinya tidak paham," kata Kepala Disparbud Kota Yogyakarta Eko Suryo Maharsono.
Tim ahli beranggotakan lima orang yang terdiri pakar kebudayaan dari perguruan tinggi dan Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Yogyakarta. Sedangkan anggaran kerja tim ahli bersumber dari Dana Keistimewaan (Danais). "Ada anggarannya dari Danais, jumlahnya saya tidak ingat berapa, tapisudahkamisiapkan," ujarnya.
Namun tim ahli yang telah dibentuk oleh Disparbud dan akan mengkaji sekitar 231 BCB itu masih belum bekerja. Sebab mereka masih menunggu pelantikan sebagai tim ahli. Di Kota Yogyakarta saat ini tercatat ada 90 bangunan yang masuk ke dalam kategori BCB. Semua bangunan itu tersebar di lima kawasan cagar budaya yaitu Keraton, Pakualaman, Malioboro, Kotagede, dan Kota Baru. "Kami akan mengusulkan ke wali kota apakah bisa tim ahli bekerja dulu. Harapan kami bisa segera bekerja," kata Eko.
Dalam beberapa tahun terakhir DIY gencar menjaga BCB agar tetap terawat. Bahkan Pemda DIY menganggarkan biaya perawatan yang bersumber dari Danais. Beberapa ciri bangunan yang tergolong cagar budaya di antaranya berusia 50 tahun lebih, memiliki gaya arsitektur yang khas, serta punya nilai sejarah. Setelah ada keputusan terhadap hasil kajian dari tim ahli, maka diusulkan ke pemerintah pusat guna mendapatkan keputusan penetapan sebagai BCB.
"Kalau bangunan warisan budaya itu diputuskan oleh wali kota. Nanti yang tidak masuk kategori cagar budaya, ya hanya bangunan kuno biasa," kata Eko.
(Rizkie Fauzian)