JAKARTA - Pemerintah mengaku khawatir Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016, baik belanja pemerintah maupun belanja modal, berdampak minim terhadap pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB).
Padahal, di tengah situasi ekonomi global yang masih lesu, belanja pemerintah diharapkan bisa menjadi pendorong laju PDB di samping investasi swasta. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, minimnya dampak belanja tersebut lantaran penerimaan negara tahun ini terancam meleset jauh dari target (shortfall). Penerimaan negara di luar hibah yang berasal dari penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) bahkan tidak lebih baik dari tahun lalu.
Padahal, shortfall pajak pada tahun lalu mencapai Rp239 triliun. ”Ekonominya memang melambat, APBN-nya, penerimaannya tidak terlalu baik sehingga kita perkirakan kalau hanya investasi, sementara ekspor dan APBN-nya tidak bisa mendukung pertumbuhan, bisa agak sedikit di bawah dari yang diperkirakan,” kata Darmin saat ditemui di kantornya, Jakarta, kemarin. Darmin mengungkapkan, APBN menjadi penyelamat tahun lalu sehingga pertumbuhan ekonomi mulai terakselerasi pada kuartal III dan puncaknya pada kuartal IV.
Namun, dia mengaku sedikit lega karena titik awal pertumbuhan ekonomi tahun ini lebih baik dari tahun lalu.
”Tahun lalu kita mulai dari 4,7 persen di kuartal dan I berakhir dengan 5,1 persen di kuartal IV. Tahun ini kita mulai dengan 4,9 persen. Lebih baik. Tapi, kelihatannya kalau tahun lalu APBN agak full dampaknya apalagi di akhir tahun, sekarang kelihatannya APBN tidak sebagus tahun lalu,” ucap dia.
Untuk itu, mantan Dirjen Pajak itu mengusulkan agar dilakukan reformasi perpajakan secara total untuk membenahi penerimaan. Dia pun mengaku sudah berbicara dengan Kementerian Keuangan membahas hal ini meski belum terlalu mendalam.
”Memang sekarang ini kawan-kawan di keuangan lagi repot urusan tax amnesty,” sambungnya. Meski demikian, Darmin berharap pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa minimal berada di angka 5 persen atau lebih baik dari tahun lalu sebesar 4,8 persen. Dia menyebut berbagai upaya pemerintah lewat paket kebijakan diharapkan membuat ekonomi Indonesia tidak terseret dalam situasi ketidakpastian ekonomi global meski dia menyatakan ekonomi global tetap berpengaruh terhadap ekonomi Indonesia.
Sementara itu, Rapat Panitia Kerja (Panja) Badan Anggaran DPR memutuskan asumsi pertumbuhan ekonomi pada RAPBNP 2016 sebesar 5,2 persen atau naik dari angka 5,1 persen yang disepakati dalam rapat kerja pemerintah dan Komisi XI. ”Pemerintah siap bekerja agar 5,2 persen bisa dicapai. Karena itu, angka yang potensial bagi perekonomian Indonesia,” kata Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara saat mengikuti rapat panja membahas asumsi makro kemarin.
Suahasil mengatakan pertumbuhan ekonomi 2016 sebesar 5,2 persen bisa tercapai melalui koordinasi yang baik antara otoritas fiskal dan moneter serta mendorong implementasi reformasi struktural yang telah hadir melalui paket kebijakan ekonomi. ”Kebijakan moneter sejak awal tahun makin akomodatif dan masih ada ruang untuk saling bersinergi dengan kebijakan fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Kami menerima angka 5,2 persen dan siap bekerja untuk itu,” katanya.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo yang ikut hadir dalam rapat panja tersebut mengatakan angka asumsi pertumbuhan ekonomi 5,1 persen yang telah disepakati sebelumnya realistis dengan kondisi perkembangan ekonomi terkini. Namun, pertumbuhan 5,2 persen masih bisa tercapai dengan mendorong akselerasi belanja modal yang telah memberikan kontribusi pada perekonomian nasional di kuartal I/2016 pada tiga kuartal berikutnya.
”Akselerasi belanja modal pada kuartal I harus berlanjut pada kuartal II, III, dan IV. Namun, tentunya penerimaan negara harus mencukupi untuk belanja agar realisasi belanja modal bisa terus berlanjut,” ujar Perry. Selain itu, harus ada upaya untuk mendorong konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi penyumbang utama pertumbuhan ekonomi, namun belum menunjukkan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian pada kuartal pertama.
Akselerasi belanja modal dinilai tidak cukup sehingga penting juga mendorong konsumsi masyarakat dari sisi permintaan yang saat ini masih lemah. ”Caranya dengan mempercepat belanja sosial untuk mendorong permintaan, menciptakan lapangan kerja, dan mengentaskan kemiskinan,” kata Perry. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro sebelumnya mengungkapkan, konsumsi rumah tangga yang menjadi motor penggerak utama laju PDB nasional memang masih belum pulih sepenuhnya.
”Konsumsi rumah tangga diperkirakan tidak bisa tumbuh lebih dari 5 persen akibat pelemahan daya beli masyarakat yang telah terlihat sejak awal tahun,” tuturnya. Kendati demikian, ujar Bambang, pemerintah berupaya untuk tetap membuat arah APBN tetap ekspansif agar dapat berperan lebih signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Karena itu, dia mengatakan, pemerintah memutuskan untuk memperlebar defisit anggaran dari 2,15 persen menjadi 2,48 persen terhadap PDB.
(Fakhri Rezy)