Di komunitas ASEAN, Bio Farma melakukan langkah strategis melalui realisasi center of excellence industri vaksin dengan melakukan sinergi di negara ASEAN yang sedang melangkah ke industri farmasi dengan melakukan kerjasama transfer teknologi vaksin.
Peluang lain yang ingin dimasuki adalah pasar negara-negara Islam. Bio Farma mencermati potensi perkembangan negara-negara Islam di Asia, Afrika, dan negara-negara Eropa Timur yang populasinya diprediksi akan meningkat signifikan dalam beberapa tahun ke depan. Di samping itu, pasar negara-negara Uni Emirat Arab.
“Bio Farma tetap percaya diri karena sebagai produsen vaksin di komunitas negara-negara Islam posisi Bio Farma teratas dibandingkan negara Islam lainnya. Pendekatan ke negara-negara Islam telah dirintis melalui komunitas Organisasi Kerjasama Negara Islam (OKI),” ungkap dia.
Dengan pengalaman yang lengkap pada berbagai forum global seperti sebagai penyelenggara TCTP (Third Country Training Program),Komite Eksekutif dan Presiden DCVMN (Developing Countries Vaccine Manufacturer Network) dan GAVI (GlobalAlliance of Vaccine Initiative), Bio Farma yakin mampu mengemban tugas menjadi pemimpin dalam rangka pembentukan centre of excellent untuk pengembangan produk biologis bagi negara-negara Islam.
Dalam menjalin kemitraan, strategi pemasaran tidak lagi bicara mengenai persaingan, harga, dan mutu. Tetapi lebih ke arah menyamakan persepsi mengenai pentingnya keamanan vaksin global (Global Vaccine Security) yang mencakup jaminan produksi vaksin, jaminan alokasi pembiayaan vaksin dan perkiraan kebutuhan vaksin baik nasional maupun global, tentang green industry, tentang GRC (governance, risk management, compliance), dan tentang world class CSR (tanggung jawab sosial perusahaan).
Dinamika naik-turunnya suatu perusahaan pernah mewarnai perjalanan Bio Farma. Pernah mengalami masa keemasan saat di bawah pimpinan Nijland di mana berbagai inovasi, peningkatan kualitas kinerja maupun kuantitas produk terjadi secara signifikan pada masa itu. Kemudian saat dipimpin oleh Otten, lembaga ini berhasil naik ke tingkat lebih tinggi lagi dengan berhasil diproduksinya vaksin cacar kering yang tidak terpengaruh oleh tempat, jarak dan temperatur tropis sehingga pada 1934, Departemen Kesehatan RI mencatat vaksin Otten ini mampu menurunkan kematian hingga 20 persen dari angka semula.
Sayangnya pada 1980-an, Bio Farma mengalami semacam ketidakjelasan masa depan. Sebagai BUMN, jelas tidak berorientasi profit, sedangkan sebagai lembaga penelitian juga tidak tergambar dari susunan staf dan tenaga ahlinya.
Hingga akhirnya Menteri Kesehatan menunjuk Darodjatun dan Djoharsyah Meuraxa sebagai Direktur Utama dan Direktur Pemasaran dan Keuangan pada Desember 1988. Pasangan ini melakukan berbagai perbaikan signifikan dari mulai kinerja produksi, pemasaran, dan pendapatan.