MINAHASA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lahendong Unit 5 dan Unit 6. Pembangkit listrik ini memiliki kapasitas 120 MW.
Nilai investasi yang dikucurkan adalah sebesar USD 282,07 juta. Menurut Direktur Operasi PT Pertamina Geothermal Energy Ali Mundakir, PLTP ini memiliki enam sumur. Hanya saja, satu sumur gagal beroperasi sehingga hanya menyisakan lima sumur dengan sistem directional driling untuk menghemat lahan.
"Daerah sini sepertinya sudah sempurna untuk tambah sumur. Ini jalannya 2.000 sampai 3.000 meter ke bawah," tuturnya di Minahasa, Sulawesi Utara, Rabu (28/12/2016).
Lantas, bagaimana sistem kerja PLTP ini?
PLTP ini dibangun dengan bantuan dana dari Bank Dunia. Setiap jamnya, campuran uap dan air yang dihasilkan mencapai 1200 ton.
"Dari 5 sumur produksi fluida 1.200 ton per jam bentuk campuran uap dan air panas. Dialirkan melalui sparaton. Uapnya dipisahkan dari air. Uap yang dipisahkan 300 ton per jam, sisanya air panas," jelasnya.
Uap yang dihasilkan kemudian dialirkan melalui pipa. Pipa yang dibangun memang sengaja berbentuk berbelok untuk mengatasi pemuaian. Uap inilah yang nantinya akan menggerakkan turbin sehingga dapat menjadi pembangkit listrik.
"Uap lewat pipa dan langsung ke pembangkit listrik, turbin berputar disambung ke generator dan menghasilkan listrik," imbuhnya.
Setelah berhasil menggerakkan turbin, sisa air yang tidak digunakan akan dikembalikan ke perut bumi. Terdapat sekira 900 ton air per jam yang disisakan. Air ini pun dapat dimanfaatkan kembali sebagai sumber panas bumi pada masa yang akan datang.
"Jadi pengurangan emisi 150 ribu ton per tahun, kalau digabung (PLTP Lahendong Unit 1 hingga 6 jadi 450 ribu (ton). Ini kan sangat berarti. Katakanlah kita akan kurangkan 1 miliar ton per tahun. Kalau 29% kan harus kurangkan 290 juta ton," imbuhnya.
Menurutnya, kawasan ini memang cukup sering terjadi gempa tektonik. Hanya saja, hal ini tidak mengganggu aktivitas pemanfaatan energi panas bumi. Masyarakat pun mampu memanfaatkan sumber pembangkit listrik ini kebutuhan energi sehari-hari.
"Satu hal yang unik kan ini enggak bisa diekspor. Enggak ada kemasannya dan enggak ada teknologi sampai saat ini. Sulawesi Utara memang enggak ada batu hara dan oil dan gas tapi ada panas bumi. Ini yang akan kita manfaatkan," pungkasnya.
(Raisa Adila)