JAKARTA - Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve pada tahun ini kembali berencana menaikkan suku bunga acuannya (Fed Fund Rate). Kenaikan suku bunga acuan ini adalah lanjutan dari keputusan the Fed tahun lalu yang juga menaikkan suku bunga acuannya.
Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menuturkan, kenaikan suku bunga the Fed ini akan turut berdampak pada keputusan BI dalam menjaga stabilitas moneter. Hal ini pun juga sangat ditentukan oleh keadaan inflasi dan tenaga kerja di Indonesia.
"Jadi memang selama ini kestabilan ini kelihatannya dominannya Fed Rate yang naiknya 3 kali ini sampai Juni dan akhir tahun, kita lihatlah kenaikan inflasi tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi Amerika gimana," tuturnya kepada Okezone.
Kebijakan ekonomi dari Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih pun akan menjadi salah satu penentu keadaan ekonomi dunia, termasuk di antaranya adalah Indonesia. Pasar pun masih menunggu kepastian kebijakan dari Trump, termasuk dalam hal ini pemerintahan pada berbagai negara.
"Trump juga sedikit banyaknya juga akan menentukan. Tapi kita lihat proteksi ekonominya tidak akan seperti yang dikhawatirkan," jelasnya.
Seperti diketahui, jelang pelantikan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7-Day RR Rate) di level 4,75%, dengan Suku bunga Deposit Facility (DF) tetap 4% dan Lending Facility (LF) tetap 5,5%.
Keputusan tersebut dianggap telah sejalan dengan upaya BI dalam menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan dengan mengutamakan pemulihan ekonomi domestik di tengah ketidakpastian global.
(Raisa Adila)