JAKARTA – Aset warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri yang belum terungkap melalui program pengampunan pajak (tax amnesty) masih mencapai ribuan triliun. Pemerintah menilai aset-aset itu merupakan potensi pajak yang besar.
Berdasarkan data McKinsey pada 2014, aset WNI di luar Indonesia mencapai USD250 miliar atau sekira Rp3.250 triliun. Selama sembilan bulan pelaksanaan program amnesti pajak dari Juli 2016 hingga Maret 2017, total aset yang dilaporkan, baik melalui opsi deklarasi maupun repatriasi, tercatat sebesar Rp1.183 triliun.
“Artinya, diperkirakan masih ada potensi Rp2.067 triliun aset wajib pajak Indonesia yang disimpan di luar negeri yang belum diungkapkan dalam program amnesti pajak,” ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR.
Kini, pemerintah memiliki senjata berupa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Menkeu berharap legislatif dapat menyetujui perppu tersebut sebagai UU sebelum 30 Juni mengingat Indonesia sudah berkomitmen penuh untuk menerapkan Automatic Exchange of Information (AEoI) paling lambat September 2018.
Perppu tersebut, kata Menkeu, bisa menjadi solusi dari keterbatasan Direktorat Jenderal Pajak untuk mengejar praktik penghindaran pajak karena sebagian besar negara atau yurisdiksi sudah sepakat menerapkan keterbukaan akses data nasabah secara otomatis dalam lingkup antarnegara.
Dengan AEoI, Indonesia bisa mendapatkan informasi lengkap dari otoritas pajak negara-negara lain tentang keberadaan aset milik WNI di luar negeri. “Selama ini keterbatasan akses informasi keuangan memberikan kontribusi terhadap rendahnya rasio pajak di Indonesia yang cenderung menurun dalam beberapa tahun terakhir, di samping karena kondisi perekonomian yang melemah,” paparnya.