Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Benarkah Aksi Demo Serikat Pekerja JICT Dihiasi Isu Gaji Besar?

Dani Jumadil Akhir , Jurnalis-Jum'at, 04 Agustus 2017 |14:37 WIB
Benarkah Aksi Demo Serikat Pekerja JICT Dihiasi Isu Gaji Besar?
Ilustrasi: (Foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Mogok pekerja Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT) memasuki hari kedua. Mereka pun berharap Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) segera turun tangan dan membantu menyelesaikan persoalan ini.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) SP JICT Firmansyah menyatakan, aksi mogok kerja yang dilakukan hampir 95% pekerja JICT merupakan reaksi atas wanprestasi kesepakatan oleh direksi terhadap hak pekerja akibat uang sewa ilegal perpanjangan kontrak jilid II.

"Aksi penyelamatan aset nasional JICT dilakukan sejak tahun 2014, namun coba dibusukkan oleh gerakan yang sistematis, masif dan terstruktur oleh beberapa pihak dengan isu gaji besar pekerja. Sesungguhnya tidak seorang pun, berapa pun besarnya penghasilan, akan merelakan haknya dirampas," kata Firmansyah di Jakarta, Jumat (4/8/2017).

 Baca Juga:

Jeritan Hati Pekerja JICT: Menteri BUMN, Tolonglah Bantu Kami!

Mogok Kerja Ganggu Pelabuhan, Pekerja JICT: Ini Jalan yang Terpaksa Kami Ambil!

Sementara Direksi JICT yang bergaji jauh lebih besar yakni di atas Rp2,5 miliar per tahun diduga sengaja wanprestasi terhadap hak-hak pekerja dan membiarkan JICT rugi ratusan miliar rupiah akibat mogok kerja. Prestasi buruk Direksi ini patut dicurigai bagian dari gerakan memuluskan penjualan aset nasional JICT.

Pendapatan perusahaan yang besar atau mencapai Rp3,5 triliun-Rp4 triliun per tahun, diduga menjadi sumber bancakan korupsi bagi direksi dan investor Hutchison serta pihak-pihak lain untuk terus mengamankan perpanjangan kontrak JICT.

Tercatat, sejak tahun 2015, JICT telah melakukan super efisiensi besar-besaran karena beban sewa perpanjangan kontrak JICT USD 85 juta per tahun padahal pendapatan perusahaan naik 4,6 % di tahun 2016.

Jadi perpanjangan kontrak JICT jilid II (2015-2039) yang dilakukan Pelindo II kepada Hutchison, telah terbukti tidak ada nilai tambah karena melanggar UU, merugikan negara, pekerja dan JICT sendiri dalam jangka waktu panjang.

Untuk itu, perjuangan terhadap hak-hak pekerja karena dampak perpanjangan kontrak JICT menjadi penting. Namun hal yang tidak kalah penting adalah, bagaimana menyelamatkan aset nasional JICT yang masa kontrak jilid I habis di tahun 2019, agar bisa dikelola bangsa sendiri sesuai visi kemandirian nasional.

(Dani Jumadil Akhir)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement