Lebih lanjut Deddy mengatakan, selain kondisi ekonomi yang kurang baik, beberapa faktor yang menyebabkan lesunya industri besar di Jawa Barat adalah terhambatnya importasi barang. Menurut dia, pengusaha merasa terbebani atas proses importasi yang cenderung dipersulit. Sementara, industri mengandalkan bahan baku impor untuk usahanya.
Baca juga: Waspada! Perkembangan Teknologi Picu PHK Industri TI
“Impor dipersulit, akibatnya mengganggu supply dan demand. Stok bahan baku kami hanya cukup untuk beberapa bulan saja. Dan sekarang sudah menipis dan sebagian habis. Jadi kami mau bagaimana? Sementara bahan baku selama ini mengandalkan impor,” ujar dia.
Dia mencontohkan, minimnya suplai garam beberapa waktu lalu, juga cukup menghambat kinerja industri besar. Sektor tekstil misalnya, mengandalkan garam untuk proses pencelupan kain. Sementara suplai garam industri menipis. Di sisi lain, industri pun harus menghadapi tingginya harga garam yang mencapai Rp4.000/kg dari yang sebelumnya Rp700/kg.
Melemahnya industri besar di Jawa Barat, diperkirakan akan terus terjadi apabila tidak ada langkah konkret dari pemerintah. Misalnya memperbaiki tata niaga bahan baku, memperlancar importasi barang, dan subsidi pajak.
Kebijakan itu diperlukan agar industri bisa kembali menggeliat dan menyerap tenaga kerja. Tak hanya soal PHK, Deddy pun mengakui, melemahnya kinerja industri menyebabkan naiknya kredit macet di sejumlah bank. Hal itu sesuai dengan laporan Bank Indonesia, yang menyebut NPL industri di Jabar sudah mendekati angka 4%.