Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Aturan Gross Split Direvisi, Kementerian ESDM: Tetap Usung Fairness

Koran SINDO , Jurnalis-Selasa, 05 September 2017 |14:39 WIB
Aturan <i>Gross Split</i> Direvisi, Kementerian ESDM: Tetap Usung <i>Fairness</i>
Ilustrasi: reuters
A
A
A

JAKARTA– Pemerintah akhirnya merevisi aturan mengenai kontrak bagi hasil migas dengan skema gross split. Perubahan yang mengakomodasi masukan dari kalangan industri tersebut diharapkan dapat mendongkrak investasi di sektor migas.

Perubahan aturan tersebut ditetapkan dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 52 Tahun 2017, dengan menambah bagi hasil minyak dan gas bumi untuk kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). “Perubahan Permen ini setelah mempertimbangkan berbagai masukan dari KKKS dengan tetap mengusung fairness,” ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana di Jakarta.

Dadan menjelaskan, dalam penentuan bagi hasil awal (base split ), ditetapkan tidak berubah yaitu bagian negara 43% dan selebihnya 57% untuk KKKS. Sementara bagi hasil gas bagian negara 48% selebihnya 52% untuk KKKS. Namun, bagi hasil awal nantinya dapat berkurang atau bertambah sesuai kondisi lapangan.

Baca juga: Hindari Perdebatan, KESDM Segera Terbitkan PP Gross Split

Pemerintah juga mengubah aturan bagi hasil untuk rencana pengembangan (plan of development/ PoD) II KKKS dengan tambahan bagi hasil 3% yang sebelumnya belum diatur. Selain itu, pemerintah menghapus aturan pengurangan bagi hasil 5% jika KKKS melanjutkan produksi di suatu wilayah kerja terminasi tanpa melalui PoD.

Lalu Kementerian ESDM juga menghapus status wilayah pengembangan lanjut atas PoD yang telah ada yang dikembangkan dalam satu wilayah kerja dengan fasilitas produksi yang sudah ada dalam status variabel. Pemerintah juga menambah bagi hasil untuk wilayah kerja migas yang belum tersedia infrastruktur penunjang.

Wilayah kerja di darat new frontier akan memperoleh tambahan bagi hasil sebesar 4%, sedangkan di laut lepas 2%. Pada aturan sebelumnya baik di darat maupun di laut lepas mendapatkan bagi hasil sama yaitu sebesar 2%. Perubahan bagi hasil juga menyasar wilayah kerja migas yang mengandung hidrogen sulfida (H2S) ketika berproduksi.

Di aturan baru, apabila suatu lapangan migas terdapat kandungan H2S sebesar 100-1.000 ppm, maka KKKS mendapat tambahan bagi hasil sebesar 1% dan akan terus meningkat sesuai kandungan yang ada.

Baca juga: Evaluasi Blok Terminasi Lambat, KESDM ke Pertamina: Kembalikan Saja kalau Tidak Ekonomis

Pada saat wilayah kerja berproduksi, dalam aturan baru produksi sekunder yakni produksi minyak yang menggunakan metode enhanced oil recovery (EOR) dengan memberikan tekanan ke dalam reservoir berupa injeksi air dan atau gas akan mendapatkan tambahan bagi hasil 6%, dari sebelumnya hanya 3%.

Kemudian pada tahap tersier tambahan bagi hasil mencapai 10% dari sebelumnya hanya 5%. Selain komponen variabel tersebut pemerintah juga mengubah komponen progresif, di antaranya pada penambahan harga gas bumi dari sebelumnya hanya harga minyak bumi dan jumlah kumulatif migas. Pada jumlah kumulatif produksi migas tersebut menteri ESDM dapat menetapkan bonus produksi nol.

Baca juga: Gross Split Cocok untuk Blok ONWJ, Bagaimana 8 Blok Terminasi Pertamina?

Adapun jika produksi kumulatif mencapai 30 MMBOE akan mendapatkan tambahan bagi hasil 10%. Sebelumnya 1 MMBOE mendapat 5%. Ketentuan tambahan bagi hasil juga berubah menjadi 85-ICPx0,25. Jadi, apabila harga minyak Indonesia (ICP) sekitar USD50 per barel, kontraktor bisa mendapat bagi hasil sekitar 8,75%.

Di aturan lama, dengan harga yang sama, maka tambahannya hanya 5%. Sedangkan harga gas, jika USD7 per MMBTU maka bagi hasil yang didapat 7-harga gas x2,5. Untuk harga gas USD7-10, bobotnya 0%. Kemudian untuk harga lebih dari USD10 per MMBTU digunakan formula 10-harga gas x2,5.

Namun, apabila dalam hal perhitungan komersialisasi lapangan beberapa lapangan tidak mencapai keekonomian Kementerian ESDM dapat menetapkan tambahan persentase bagi hasil kepada kontraktor tanpa batas maksimal. Biaya operasi yang telah dikeluarkan KKKS juga menjadi pengurang penghasilan bagian kontraktor dalam perhitungan pajak penghasilan.

Namun ketentuan itu harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan pada kegiatan usaha hulu migas. Perubahan aturan tersebut berlaku sejak 29 Agustus 2017. Direktur Eksekutif Refor- Miner Institute Komaidi Notonegoro menilai revisi aturan gross split lebih baik daripada aturan lama yang tertuang dalam Permen No 8/2017.

Menurutnya, pemerintah mencoba lebih fleksibel dalam menyesuaikan variabel untuk tambahan bagi hasil. Namun, imbuh Komaidi, jika dibandingkan dengan skema cost revovery, aturan gross split yang telah direvisi tetap masih kurang menarik untuk industri hulu migas. “Kalau dibanding cost recovery dari sisi cash flow tidak kompetitif karena di satu sisi negara yang membiayai, kalau gross split sepenuhnya dibiayai kontraktor,” ujarnya.

(Rizkie Fauzian)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement