Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Simak! Pemerintah dan DPR Bahas Defisit dan Pembiayaan Utang di RAPBN 2018

Lidya Julita Sembiring , Jurnalis-Senin, 25 September 2017 |14:50 WIB
Simak! Pemerintah dan DPR Bahas Defisit dan Pembiayaan Utang di RAPBN 2018
Ilustrasi: (Foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI melakukan rapat kerja lanjutan dengan panitia kerja (Panja) mengenai defisit dan pembiayaan yang ada di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018.

Rapat dipimpin oleh Ketua Banggar Azis Syamsuddin di ruang sidang Banggar DPR RI dan dihadiri oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara, Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Isa Rachmatarwata dan Sekretaris Kementerian BUMN Imam A Putro serta staf lainnya.

Suahasil mengatakan RAPBN 2018 dirancang oleh pemerintah untuk tetap ekspansif sehingga defisit anggaran diusulkan lebih rendah dari APBN-P 2017 menjadi 2,19% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

"Diharapkan APBN bisa mendukung kegiatan produktif untuk meningkatkan kapasitas, produksi, dan daya saing. Di saat yang sama defisit 2,19%, akan jadi sinyal APBN dalam batas defisit yang aman," ungkap Suahasil di Banggar DPR RI, Jakarta, Senin (25/9/2017).

Dengan defisit sebesar 2,19% ini, dia mengatakan maka rasio utang juga akan tetap bisa ditekan oleh Pemerintah dikisaran 29% dari PDB. Selain itu, defisit keseimbangan primer Rp78 triliun di bawah angka 2017 Rp178 triliun.

"Ketiga hal ini mengindikasikan APBN lebih sehat dan produktif tapi tetap dalam siklus yang ekspansif. Maka arah kebijakan kami adalah jasa rasio utang, pembiayaan yang kreatif dan inovatif dengan pembiayaan dari swasta, serta meningkatkan peran UMKM," jelasnya.

"Pembiayaan pinjaman negatif, maka artinya kita bayar secara neto Rp6,7 triliun, investasi Rp65,7 triliun naik sedikit dari 2017 Rp59,7 triliun dan penjamin Rp1,1 triliun," imbuhnya.

Sementara itu, pembiayaan utang sebesar Rp399,2 triliun berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) Rp414,7 triliun (neto) lebih kecil dibandingkan outlook 2017 sebesar Rp433 triliun dan pinjaman Rp15,5 triliun (neto).

"Diharapkan untuk pembiayaan produktif dan jaga stabilitas makro. APBN terus melakukan pengelolaan utang secara hati-hati dan produktif. Biasanya salah satu keputusan oleh pemerintah menetapkan dalam rupiah dan valas, memperhatikan kebutuhan dan pasar," tukasnya.

(Dani Jumadil Akhir)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement