JAKARTA - Arus dana asing keluar atau capital outflow terus terjadi di pasar modal. Tercatat selama sepekan lalu, asing terpantau mencatatkan penjualan bersih hingga Rp2,47 triliun, yang menandai resiko capital outflow masih menjadi tantangan pergerakan pasar selanjutnya. Hingga akhir pekan kemarin, penjualan bersih asing mencapai Rp10,73 triliun.
Kendati demikian, Kepala Pengembangan Wilayah PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Harry Prasetyo mengatakan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tidak mengalami gejolak akibat penjualan bersih yang tinggi.
Harry menilai, kondisi ini disebabkan karena investor domestik mengalami peningkatan, baik sisi jumlah maupun transaksi. Dengan demikian, IHSG dapat terjaga serta tidak terseret dalam akibat arus capital outflow. Pada penutupan hari ini, tercatat IHSG ditutup di zona positif pada level Rp5.914,030 atau naik 13,17 poin (0,22%).
"Net sell asing mendekati Rp10 triliun, tapi bisa diimbangi dengan transaksi yang dilakukan oleh investor domstik yang tercermin dari IHSG. Ini sejarah baru bagi pasar modal, di mana invstor asing net sell tapi tidak mengalami penurunan pada IHSG," ujarnya dalam acara The 3rd National Invesment Day, di Universitas Bunda Mulia, Jakarta, Senin (2/10/2017).
Harry mencatat, jumlah investor domestik per akhir September sudah menembus 600 ribu orang. Ada peningkatan yang signifikan pada jumlah investor domestik. Peningkatan ini tidak terlepas dari peran sekeuritas dan peran mahasiswa sebagai investor muda.
"Kami tekadkan untuk bisa mengalahkan investor asing, terbukti saat ini jumlah investor domestik jumlahnya hampir menyamai investor asing. Market cap juga sudah hampir mendekati Rp6.500 triliun. Tahun ini kami berharap bisa mendekati Rp6.600 trilun," kata dia.
Dengan pertumbuan pasar modal yang makin menjanjikan, Harry berharap pasar modal dapat berkontribusi pada perkembangan perekonomian Indonesia. Dia menyebutkan, hasil survei lembaga riset internasional McKinsey menyebutkan, tahun 2030 Indonesia berpotensi menjadi negara dengan perekonomian 7 terbesar, mengalahkan Jerman dan Jepang.
"Sekarang masih 2017, artinya masih ada 13 tahun ke depan. Kami mengharapkan pertumbuhan di pasar modal bisa menyumbangkan kontribusi di pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut," tukas dia
(Martin Bagya Kertiyasa)