Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Waspadai Penggunaan Bitcoin, Gelembung Pecah Ekonomi Dunia Bisa Krisis?

Koran SINDO , Jurnalis-Senin, 13 November 2017 |09:48 WIB
Waspadai Penggunaan Bitcoin, Gelembung Pecah Ekonomi Dunia Bisa Krisis?
Ilustrasi: Reuters
A
A
A

JAKARTA – Walaupun sarat kontroversi, tren bitcoin bakal sulit ditahan. Hingga kini penggunaan mata uang virtual tersebut semakin masif. Di Indonesia, penggunaannya sudah banyak dan semakin berkembang.

Keberadaan bitcoin sebagai alat transaksi semakin luas dengan keberadaan teknologi blockchain karena transaksi keuangan lebih efisien, cepat, dan aman. Wilayah penggunaannya pun semakin luas seperti telekomunikasi, kelistrikan, bahkan pengobatan.

Meskipun menawarkan banyak nilai tambah bila dibandingkan dengan mata uang kon vensional, bagi pihak yang ingin memanfaatkan sejenis crypto currency tersebut perlu lebih berhati-hati. Kewaspadaan perlu ditujukan atas legalitas dan jaminan keamanan penggunaan bitcoin.

Mungkin karena alasan tersebut, hingga kini sejumlah negara seperti China, Islandia, India, Rusia, dan Swedia tegas melarang penggunaannya. Perlunya kewaspadaan ini di antaranya disampaikan ekonom Institute for Development of Economics and Fi nance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara dan Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Agusman.

Bhima meminta masyarakat berhati-hati karena bitcoin sudah menjadi alat spekulasi. “Orang membeli bitcoin sama dengan beli pohon anturium, batu akik, ikan louhan, dan komoditas spekulasi lainnya. Bayangkan kalau bitcoin gelembungnya pecah, ekonomi dunia bisa krisis. Di Indonesia saja sudah 200.000 orang lebih bermain bitcoin. Angkanya akan naik signifikan,” jelasnya.

Baca Juga: Gubernur BI: Bitcoin Bukan Alat Pembayaran yang Sah!

Dia mengakui bitcoin melalui teknologi blockchain mampu mendukung transaksi keuangan yang lebih efisien, cepat, dan aman. Namun sayangnya sejak 2014 bitcoin lebih digunakan sebagai ajang spekulasi. Kenaikannya dalam 3 tahun lebih dari 1.000%. Ini tentu berbahaya karena mirip dengan gelembung aset atau bubble.

Di sisi lain, dia juga melihat underlying asset bitcoin tidak jelas, beda dengan mata uang resmi yang dikeluarkan oleh bank sentral. Belum lagi mata uang digital sering dijadikan medium transaksi gelap seperti dana korupsi, narkoba, judi, dan prostitusi. Karena itulah Bhima meminta pemerintah, dalam hal ini Bank Indonesia, untuk melakukan mitigasi risiko.

“Jadi Bank Indonesia benar-benar harus melakukan mitigasi risiko. Jika harga bitcoin bergerak terlalu liar dan membahayakan, platform transaksi onlinenya bisa di-suspend,” ujar dia.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Agusman menegaskan bahwa Bl tidak mengakui bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia. Karena itu dia meminta masyarakat agar berhati-hati supaya terhindar dari kerugian yang tidak perlu.

“Sebagaimana yang pernah disampaikan di beberapa kesempatan, Bl tidak mengakui bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah di lndonesia. Karena tidak diakui, masyarakat agar berhati-hati supaya terhindar dari kerugian yang tidak perlu,” ucapnya saat dihubungi kemarin.

Baca Juga: Ikuti Jejak China, Korea Selatan "Haramkan" Peredaran Bitcoin Cs

Perlunya kewaspadaan terhadap bitcoin tidak berlebihan. Sejak jaringan bitcoin dibuka dan digunakan secara internasional pada Januari 2009, satu per satu kerentanan bermunculan. Pada 2014, misalnya, MtGox dibekukan karena ada bug dalam perangkat lunak yang mendukung bitcoin yang memungkinkan peretas mencurinya.

Hal ini kemudian terbukti setelah polisi Jepang menangkap Mark Karpeles, Kepala MtGox Bitcoin, atas hilangnya mata uang virtual senilai USD390 juta (Rp5,2 triliun).

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement