Indonesia Harus Antisipasi
Perkembangan ekonomi digital membuat penggunaan alat transaksi digital seperti bitcoin sulit dihindarkan. Karena itulah pemerintah dalam hal ini BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu melakukan antisipasi, termasuk mempersiapkan infrastrukturnya. Pandangan ini di antaranya disampaikan anggota Komisi XI DPR Johnny G Plate.
“Platform untuk digital emoney itu harus disiapkan dengan baik. Kita tidak bisa cegah seperti bitcoin, pembiayaan platform digital, dll. Yang namanya fintech itu akan berjalan dan tidak akan bisa kita cegah,” katanya kemarin.
Dengan adanya perkembangan tersebut, dia berharap pemerintah memperhatikan kenyamanan nasabah, terutama terkait transaksi pembayaran. “Lalu yang berhubungan dengan undang-undang uang RI. Kan syarat UU RI harus diperhatikan jangan sampai ada implikasi hukum,” paparnya.
Pandangan serupa disampaikan pengamat teknologi informasi (TI) Heru Sutadi. Dia pun meminta pemerintah dan industri segera menyiapkan infrastruktur ekonomi dengan basis teknologi digital baik secara regulasi maupun edukasi di masyarakat.
Perubahan harus dilakukan cepat atau lambat karena masyarakat Indonesia bisa mengaksesnya. “Saat ini regulator melindungi pengguna dan pelaku industri keuangan. Itu wajar saja sehingga tren digital payment lebih berkembang karena perusahaan startup. Kita sudah telat dibandingkan negara lain karena lambatnya perubahan UU dan aturan lainnya.
Teknologi baru butuh edukasi karena masyarakat cukup antusias. Terbukti produk GoPay cepat tersebar,” ujar Heru dalam diskusi mengenai transformasi keuangan digital hari ini di Jakarta.
Dia lantas menuturkan keunggulan blockchain karena mampu mempertukarkan data. Menurut dia, teknologi ini melakukan pencatatan transaksi terintegrasi dengan teknologi modern, dengan kode unik yang tidak bisa diubah. Hal ini akan merevolusi cara kerja internet, perbankan, dan hal lainnya.
“Blockchain banyak bermanfaat untuk efisiensi, transparansi, dan simplifikasi di berbagai sektor. Mulai untuk industri keuangan, kelistrikan hingga perkebunan. Jangan lang sung dito lak apabila ada yang negatif. Perkembangan teknologi pasti memiliki dua sisi,” ujarnya.
Menurut dia, saat ini teknologi blockchain bisa ber manfaat di beberapa sektor seperti kesehatan untuk membantu data pasien antar-RS sehingga dapat memudahkan proses pengobatan. Bidang kelistrikan juga bisa terbantu apabila nanti penyediaan listrik dilakukan oleh swasta. Adapun dalam industri telekomunikasi bisa membantu pelanggan bertransaksi antaroperator.
“Saat ini memang eko sistem untuk blockchain belum sempurna di seluruh dunia. Tapi nantinya pasti menjadi lebih baik sehingga koneksi antar bank tidak perlu lagi lewat bank sentral sehingga peran bank sentral akan berkurang ke depannya,” ujar dia.
Lebih jauh dia memaparkan, perkembangan masyarakat di gital membuat industri jasa keuangan perlu mengoptimalkan potensi tersebut agar zkue bisnis tidak diambil pihak asing. Dia pun menilai Indonesia tidak bisa menghindari ekonomi digital karena bisa memberikan dorongan lebih terhadap laju perekonomian Indonesia.
“Di sampaikan juga oleh Presiden Jokowi bahwa pertumbuhan ekonomi tidak akan mencapai 6%-7% jika ekonomi digital ini tidak dimaksimalkan. Kontribusi ekonomi digital ini bisa sekitar 1,2 % hingga 1,5 % tambahannya terhadap per tum buhan ekonomi,” ungkapnya.
Dia tidak menampik ada sejumlah persoalan mengenai perkembangan ekonomi digital, termasuk di dalamnya keuangan digital di Indonesia. Salah satunya adalah kebijakan BI yang sangat berhati-hati. Terhadap kondisi ter ebut, dia menekankan perlunya solusi agar ekonomi digital bisa benar-benar memberi keuntungan.
“Saya sudah bicara ini sejak 2008, tapi mulai ramainya itu 1-2 tahun belakangan ini. BI memang saat itu terbilang moderat karena memang menekankan perihal KYC, adanya pengawasan ketat money laundry, tentang dana teroris, dan lainnya. Tapi saya rasa perlu ada upaya untuk bisa menyelesaikan tantangan ini,” ujarnya.
(Rizkie Fauzian)