JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) terus melakukan pembahasan mengenai revisi Undang-Undang (UU) nomor 20/1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang sudah lama mangkrak. Bahkan ia menyebutkan bila Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sudah melakukan studi banding ke berbagai negara mengenai PNBP ini.
Menurutnya, pembahasan masih dalam tahapan yang sesuai dengan inventarisasi masalah per bagian. Karena selama ini PNBP yang berlaku di Indonesia terdiri dari tiga kelompok yakni dari Sumber Daya Alam (SDA), dari kekayaan negara dan berasal dari pelayanan masyarakat yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga (K/L).
Baca Juga: Bulan ke-11, BPH Migas Sudah Catatkan Kenaikan PNBP 16%
"Kami terus membahas dengan dewan untuk komunikasi, saat ini masih pembahasan sesuai dengan daftar inventarisasi masalah per bagian. Saya harap bisa segera memulai pembahasan lagi secepatnya sesuai dengan kecepatan pembahasan dengan dewan," ungkapnya di Kemenkeu, Jakarta, Kamis (30/11/2017).
Sri Mulyani menuturkan, salah satu poin yang direvisi dalam UU PNBP ini mengenai perubahan dari sisi royalti sektor pertambangan, yang akan disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah (PP) yang juga sedang dalam proses revisi. Pasalnya untuk royalti pertambangan ini juga harus berkordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Baca Juga: Rapat dengan Komisi XI DPR, Sri Mulyani Soroti Pengelompokan PNBP
"Pembahasan antarkementerian sudah dilakukan. Kami harus proses di antara panitia antarkementerian dan kami berkomunikasi sesuai tugas Menteri ESDM dan para stakeholder penambang mineral di Indonesia. Kami lihat prosesnya, karena kami terus melakukan dengan Kementerian ESDM dan kementerian terkait seperti Setneg, Kumham, dan Menko yang melakukan koordinasi," jelasnya.
Sri Mulyani menyatakan, dirinya dan DPR telah sepakat untuk mempercepat revisi ini karena sudah terlalu lama sehingga butuh diperbaharui. Pasalnya UU PNBP dikeluarkan sejak 1997 dan sangat jauh sebelum UU Keuangan Negara keluar pada tahun 2013 sehingga keduanya sudah tidak sesuai.
"Ada inkosistensi antara UU PNBP dan UU Keuangan Negara sehingga salah satu revisinya adalah bagaimana membuat dua aturan tersebut sinkron dan konsisten sehingga tidak menjadi sumber ketidakpastian terutama bagi K/L," tukasnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)