JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil Penyelamat BUMN mengajukan gugatan pembentukan perusahaan induk (holding) PT Inalum (Persero) ke Mahkamah Agung.
Juru Bicara Koalisi Masyarakat Sipil Penyelamat BUMN Ahmad Redi mengatakan, pihaknya secara resmi mendaftarkan uji materiil ke Mahkamah Agung atas PP No. 47 Tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara ke Dalam Modal Saham PT Inalum.
"Hari Kamis ini, resmi kami daftarkan uji materiilnya. Permohonan teregistrasi di Kapaniteraan MA dengan Nomor 001/HUM/2018," katanya dalam rilis di Jakarta, Kamis (4/1/2017).
Baca juga: Aturan Holding BUMN Tambang Bakal Digugat ke MA, Kok Bisa?
Para pemohon terdiri atas Ahmad Redi, Agus Pambagio, Marwan Batubara, Lukman Manaulang, Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan, dan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas Sahid Jakarta.
"Permohonan uji materiil PP 47/2017 ini merupakan bentuk ijtihad konstitusional Koalisi untuk memastikan bahwa pembentukan holding yang dilakukan pemerintah dengan menghapus status BUMN PT Antam, PT Bukit Asam, dan PT Timah merupakan kebijakan keliru karena bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945, UU Keuangan Negara, UU BUMN, dan UU Minerba," ujar Redi.
Menurut dia, negara kehilangan penguasaaan secara langsung atas Antam, Bukit Asam, dan Timah.
Padahal, menurut UU Keuangan Negara, penyertaan modal negara harus melalui mekanisme APBN yang berarti harus mendapat persetujuan DPR.
Hilangnya kontrol pemerintah dan DPR secara langsung itu, lanjutnya, menjadi berbahaya mengingat telah terjadi tranformasi kekayaan negara menjadi bukan kekayaan negara lagi.
"Ini berakibat pada hilangnya pengawasan keuangan negara dari BPK, BPKP, dan KPK. Serta kemungkinan aksi korporasi holding yang berpotensi atau secara nyata merugikan kepentingan nasional karena perubahan bentuk dari perusahaan negara menjadi perusahaan swasta, serta menghapus kontrol pemerintah dan DPR," tutur Redi.
Baca juga: Masuk Tahap Finalisasi, Realisasi Holding Perbankan Bisa Lebih Cepat dari Target
Sementara itu, kuasa hukum pemohon Bisman Bakhtiar mengatakan terbitnya PP 47/2017 berakibat pada hilangnya kewajiban pelayanan publik atau "public service obligation" (PSO) sebagaimana diatur dalam UU BUMN kepada Antam, Bukit Asam, dan Timah.
"BUMN itu didirikan tidak hanya untuk mencari profit semata tetapi juga untuk PSO kepada rakyat Indonesia. Akibat holding ini, maka Antam, Bukit Asam, Timah tidak ada kewajiban atau penugasan PSO lagi. Bila dipaksakan PSO, maka berpotensi pidana," ujarnya.
Selain itu, menurut dia, dalam UU Keuangan Negara, PSO dalam rangka penyertaan modal negara kepada swasta, hanya dapat dilakukan dalam keadaan tertentu yang berakibat pada perekonomian nasional atas persetujuan DPR.
Selanjutnya, tambah Bisman, Antam, Bukit Asam, dan Timah tidak dapat lagi menikmati kemewahan kebijakan-kebijakan khusus bagi BUMN di bidang pertambangan sebagaimana diatur dalam UU Minerba sebagai bentuk pelaksanaan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.