Sementara itu General Manager Bandara Internasional Adi Sutjipto Agus Pandu Purnama menyatakan hal tersebut membuat ketidakyamanan turis mancanegara untuk datang ke Yogyakarta melalui bandara yang dikelolanya. Terlebih dengan panjang landasan pacu 2.200 meter tak mampu menampung pesawat berukuran besar dari penerbangan asing. Itu mengapa di bandara ini hanya ada penerbangan asing dari negara tetangga, Malaysia dan Singapura.
"Bandara ini enggak bisa dikembangkan lagi. Keterbatasan lahan dan ada kendala obstacle (kendala alam) ada Gunung Ratu Boko disisi timur. Ini jadi obstacle mengerikan untuk penerbang junior," ungkap dia di Kantor AP I Yogyakarta, Jumat (26/1/2018)
Padahal kata dia, banyak maskapai penerbangan asing yang berminat untuk terbang langsung ke Yogyakarta. Hal ini pun berdampak pada okupansi hotel di Yogyakarta yang berada dibawah 50%, padahal kota pelajar ini menjadi tujuan wisata nomor dua di Indonesia setelah Bali.
Dengan adanya Bandara Kulonprogo maka akan memberi kesegaran baru bagi perjalanan menggunakan moda transportasi pesawat. Bila tahap I dapat menampung 14 juta penumpang, pada pembangunan tahap II bandara baru ini akan dapat menampung 20 juta penumpang.
Berkali-kali lipat dari kapasitas bandara existing.
Ini kata dia, akan berdampak pada pertumbuhan wisata Yogyakarta. Maskapai asing berukuran besar akan mampu masuk membawa 400-500 penumpang dalam sekali perjalanan.
"Setidaknya di pariwsata kita, untuk hotel saja, kita akan nambah 40% okupansinya," kata dia.