JAKARTA – Isi dokumen baru Strategi Keamanan Nasional (NSS) Amerika Serikat (AS) menunjukkan Washington tampak khawatir dengan persaingan ekonomi dunia.
Laporan yang terdiri atas empat pilar itu dipenuhi dengan nilai kompetisi dengan negara lain, bukan kerja sama. AS yang terkenal sebagai kapitalis justru cemas dengan globalisasi. Di bawah kepemimpinan Presiden AS Donald Trump, dokumen NSS sangat gamblang menyebutkan nama-nama negara lengkap dengan ancamannya.
Korea Utara (Korut) misalnya disebut sebagai rogue regime (rezim penipu). Trump mengatakan akan mengerahkan dunia untuk melawan Korut dan Iran. Negara-negara lain yang tak luput dari perhatian Trump ialah Rusia, China, India, Iran, dan Pakistan.
Baca Juga: Dampak Shutdown AS ke Rupiah Minim
Adapun belahan bumi lain seperti Indo-Pasifik, Eropa, Timur Tengah, Asia Tengah dan Selatan serta Afrika di sebutkan secara umum. Ekonomi Rusia dan China yang terus tumbuh dianggap sebagai ancaman serius. “Nada untuk Pakistan juga tampak menyudutkan,” ujar mantan Wamenlu (Juli-Oktober 2014) Dino Patti Djalal di Mayapada Tower Jakarta.
“Dalam dokumen itu banyak ditemukan kata compete (persaingan). Kenapa tidak cooperation (kerja sama),” tambah pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) itu. AS merupakan negara dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar di dunia, yakni USD18,57 triliun, pada 2016.
Baca Juga: Perusahaan AS Cetak Sukses di 2017, Bagaimana 2018?
Adapun China USD11,2 triliun dan Rusia USD1,283 triliun. Para pakar menyebutkan bahwa hubungan diplomatik dan perdagangan antara AS-China dan AS-Rusia merupakan hubungan bilateral paling penting. Menurut Djalal, Presiden Trump tampak terlalu percaya diri dan ambisius untuk memenangi kompetisi bisnis dan perdagangan demi mengukuhkan gelar sebagai negara adidaya. Dalam dokumen NSS, AS menyatakan akan menjadi pemimpin di panggung dunia. Namun di sisi lain AS sangat proteksionis. Keduanya sangat kontradiktif.
“Poin lainnya yang menjadi pertanyaan saya di dalam dokumen itu ialah AS menyebutkan China telah menyebarkan fitur sistem otoriternya, termasuk korupsi. Setahu saya, Pemerintah China sangat serius menangani isu korupsi. Bahkan koruptor di sana dieksekusi mati. China tidak pernah menyebarkan hal itu,” ucap Djalal.
Berdasarkan observasi awal Djalal, AS sangat berorientasi pada kekuatan keras seperti kekuatan militer dan sangat merasa tidak aman. Dalam dokumen NSS, AS juga tidak menerangkan secara jelas langkah yang akan diambil dalam menangani rezim otoriter seperti Iran, gudang senjata nuklir, dan denuklirisasi di Korut.