JAKARTA - Tarif listrik bagi pelanggan non-subsidi disinyalkan akan naik. Saat ini harga tengah dilakukan peninjauan ulang. Ada alasan fundamental yang melatarbelakanginya, yakni komponen harga batu bara yang kini masuk ke dalam perhitungan tarif listrik.
Selama ini yang menjadi acuan penghitungan pemerintah dalam menentukan tarif listrik adalah harga minyak Indonesia. Namun, skema tersebut dinilai sudah tidak relevan lagi dengan keadaan pembangkit listrik yang mayoritas menggunakan energi batu bara. Rencananya harga batu bara acuan (HBA) akan dimasukkan dalam komponen perhitungan tarif listrik.
Baca juga: Tarif Listrik Non Subsidi Akan Naik? Ini Fakta-Fakta di Baliknya
Berikut ini fakta-fakta di balik sinyal kenaikan tarif listrik non-subsidi, Selasa (30/1/2018).
1. Harga batu bara acuan (HBA) akan dimasukkan dalam komponen perhitungan tarif listrik
Pertimbangan ini didasari oleh porsi penggunaan batu bara untuk pembangkit listrik masih menjadi tumpuan hingga 2026 mendatang. Direktorat Jenderal Ke tenaga - listrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan rencana reformulasi kom ponen per - hitungan tarif listrik tersebut akan berlaku pada Maret 2018.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Andy Noorsaman Sommeng mengungkapkan, meskipun nanti HBA dimasukkan dalam komponen, tapi hal tersebut tidak menjadikan harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ ICP) dihapus dalam komponen perhitungan.
Baca juga: Tarif Listrik Nonsubsidi Bisa Naik Terimbas Membaiknya Harga Batu Bara
Pasalnya, masih ada pembangkit listrik yang mengguna kan gas dan mengacu pada ICP. ”Sekarang (komponen perhitungan tarif listrik) ICP, kurs, inflasi, tapi nanti harus izin dulu. Ada ketentuannya. Ada faktor inflasi, nilai tukar, ICP, ditambah faktor batu bara. Persentasenya sama saja. Harus dimasuki dong. Kenapa ICP? Karena gas juga. Gas meng acu ke ICP. Katakanlah 24%,” katanya di Jakarta, kemarin.
2. Kementerian ESDM tengah menyiapkan peraturan
Nantinya regulasi yang dikeluarkan akan berbentuk keputusan Menteri ESDM (kepmen). ”Yang mungkin bisa bulan depan atau bulan Maret,”kata Sommeng.
3. Skema ini berlaku bagi pelanggan non-subsidi
Kementerian ESDM memastikan komponen perhitungan ini hanya akan berlaku untuk pengguna listrik tarif penyesuaian (adjustment) yang sebanyak 12 golongan atau pengguna listrik nonsubsidi.
Baca juga: Produsen Listrik Swasta Dukung Pemangkasan Regulasi yang Hambat Investasi
”Kalau adjustment kan nonsubsidi. Yang 12 tuh. Yang 12 kelompok. Yang jelas pemerintah nggak akan mungkin membuat susah PLN dong. Kalau PLN susah nanti gelap,” kata Sommeng.
4. Pertimbangan Menteri ESDM Ignasius Jonan
Menteri Jonan pernah mempertimbangkan rencana melakukan reformulasi komponen perhitungan tarif listrik di Indonesia.
Selama ini komponen yang menjadi bahan pertimbangan perhitungan tarif listrik antara lain kurs nilai tukar Rupiah, inflasi, dan harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ ICP).
”Ini akan di coba untuk reformulasi lagi formula penetapan tarif listrik, bagaimana kalau dengan masuknya harga batu bara. Karena pembangkit kita itu 60% energi primernya batu bara. Jadi hingga 2026 masih dominan pakai batu bara, karena harganya lebih kompetitif, tapi pembangkit nya juga harus yang teknologi nya lebih environment friendly,” ujar Jonan.