4. Pemerintah Diyakini Mampu Untuk Lunasi Utang
Pengamat Ekonomi (Ekonom) Faisal Basri mengatakan, meskipun jumlah utang Indonesia membengkak, namun dirinya meyakini pemerintah tetap akan mampu membayar utang tersebut. Akan tetapi ada beberapa alokasi anggaran yang akan dikurangi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Anggaran yang akan sangat mungkin dikurangi adalah untuk kesehatan dan juga pendidikan. Kedua hal tersebut dinilainya menjadi yang paling mungkin mengingat jika utang negara terbengkalai maka Indonesia bisa di blacklist oleh lembaga survei dan negara-negara dunia
"Jadi betul tapi pemerintah masih punya keleluasaan untuk bayar cicilan dan bunga tapi memang makin membebani tapi kalau porsi cicilan dan bunga itu naik maka uang untuk kesehatan makin turun, pendidikan juga makin turun, kesehatan dan pendidikan bisa diundur, cicilan dan bunga utang harus dibayar tepat waktu. maka utang akan semakin membebani," ujarnya saat ditemui di Epicentrum, Jakarta, Jumat (16/3/2018).
5. Menko Darmin Sebut Utang Indonesia Untuk Hal Produktif
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, tidak perlu khawatir dengan utang pemerintah Indonesia yang melampaui Rp4.000 triliun. Dia menjelaskan, utang Indonesia jangan dilihat hanya dari angkanya, namun kemampuan dari utang tersebut yang produktif untuk pembangunan di dalam negeri.
"Utang kita itu, jangan sebut angkanya, karena hasilnya juga banyak dari utang itu. Produktif dia, tidak konsumtif," ujar Darmin di kantornya, Jumat (16/3/2018).
6. Pemerintah Buat Roadmap Soal Utang Negara
Pemerintah diminta membuat peta jalan (roadmap) soal bagaimana mengurangi utang negara yang saat ini mencapai Rp4.034,8 triliun. Di dalam roadmap itu pemerintah harus menuangkan solusi rasional bagaimana cara mengurangi utang
Ekonom Indef Bhima Yudistira mengatakan, pemerintah berulang kali menjelaskan ke publik bahwa tidak ada masalah untuk menambah utang, asal digunakan untuk hal produktif. Meski utang saat ini dalam kondisi aman karena masih di bawah 60% terhadap PDB, masyarakat harus tahu bagaimana nanti pemerintah membayar utang-utang tersebut
"Pemerintah perlu membuat roadmap pengurangan utang secara bertahap. Bagi utang bilateral dan multilateral bisa menggunakan debt swap atau utang ditukar program. Pemerintah juga perlu kurangi kepemilikan asing di surat utang dengan memperdalam pasar keuangan dengan switch ke SBN ritel," tuturnya kepada Okezone.
7. Rasio Utang Jepang Lebih Tinggi dari Indonesia
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan nominal utang Indonesia masih aman dibandingkan negara lain seperti Jepang. Utang Indonesia masih 29,2% dari PDB, sedangkan Jepang memiliki rasio utang di atas 200%.
Namun Ekonom Indef Bhima Yudistira memiliki pandangan yang berbeda. Memang betul Jepang punya rasio utang di atas 200%, tapi lebih dari 50% utang Negeri Sakura tersebut dipegang oleh Bank Sentral Jepang. Sementara sisanya di kisaran 30% dipegang oleh residen atau penduduk Jepang.
Bandingan dengan kondisi utang Indonesia, 38,7% surat utang pemerintah dipegang investor asing. Artinya, kondisi global seperti tren kenaikan bunga acuan The Fed, instabilitas geopolitik dan gelombang proteksionisme negara-negara maju sangat sensitif terhadap pasar surat utang di Indonesia.
8. Jangan Andalkan Pajak Untuk Bayar Utang
Menurut Ekonom Indef Bhima Yudistira fakta saat ini utang dibayar dengan penerimaan pajak. Sementara rasio pajak terhadap PDB (tax ratio) di Indonesia hanya 11%.
"Kalau penerimaan pajak kita loyo karena rata-rata realisasinya hanya tumbuh 4% dalam 2 tahun terakhir, bagaimana membayar utang plus bunganya?" kata Bhima kepada Okezone
Bila masih demikian, akan muncul. Yang disebut defisit keseimbangan primer, total penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. Artinya, kalau defisit maka utang dicicil melalui penerbitan utang baru.
"Sejak 2012 tercatat defisit keseimbangan primer sebesar Rp52,7 triliun. Angkanya 2017 menjadi Rp178 triliun. Gali lubang tutup lubang, tapi lubangnya saat ini makin dalam," tuturnya. (gir)
(Rani Hardjanti)