Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Rupiah Anjlok Nyaris Tembus Rp14.000/USD, BI Siap Naikkan Suku Bunga

Yohana Artha Uly , Jurnalis-Kamis, 26 April 2018 |19:31 WIB
Rupiah Anjlok Nyaris Tembus Rp14.000/USD, BI Siap Naikkan Suku Bunga
Foto: Yohana Artha Uly/Okezone
A
A
A

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menyatakan siap melakukan penyesuaian suku bunga acuan atau BI Seven Days Reverse Repo Rate (7-Days Repo Rate), jika nilai tukar Rupiah terus mengalami tekanan. 

Seperti diketahui Rupiah terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat (USD), hingga hampir menyentuh level Rp14.000 per USD. Berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), hari ini Rupiah berada di level Rp13.930 per USD. 

Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, bila depresiasi terus berlanjut hingga berpotensi menghambat pencapaian sasaran inflasi dan menganggu stabilitas sistem keuangan, maka BI tidak menutup adanya ruang bagi penyesuaian suku bunga acuan. 

Baca Juga : Rupiah Nyaris ke Rp14.000/USD, BI Harus Atur Ulang Capital flows Management

"Kebijakan penyesuaian BI 7-Days Repo Rate tentunya akan dilakukan secara berhati-hati, terukur, dan bersifat data dependence, mengacu pada perkembangan data terkini maupun perkiraan ke depan," ujar Agus dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Kamis (26/4/2018).

Rupiah Tak Berisiko Melemah ke Level Rp15.000 per Dolar AS

Dia menjelaskan, Rupiah memang terus tertekan, hingga  hari ini, Kamis 26 April 2018 terdepresiasi -0,88% (month to date/mtd). 

Penguatan USD pun terjadi hampir semua mata uang dunia (broad based). Menurutnya, depresiasi Rupiah masih jauh lebih rendah dibandingkan pelemahan mata uang di negara lainnya. Thailand (THB) melemah -1,12%, Malaysia (MYR) -1,24%, Singapore (SGD) -1,17%, mtd, Korea Selatan (KRW) -1,38%, dan India (INR) -2,4%.

"Perkembangan itu karena BI lakukan intervensi baik di valuta asing maupun SBN (Surat Berharga Negara) guna meminimalkan depresiasi yang yang terlalu cepat dan berlebihan," jelasnya.

Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS Sentuh Rp13.747 per Dolar AS

Selain siap melakukan penyesuaian suku bunga acuan dan melakukan intervensi pasar, kata Agus, BI akan senantiasa memastikan tersedianya likuiditas dalam jumlah yang memadai baik valas maupun Rupiah. 

Baca Juga : Rupiah Merosot dan IHSG Makin Terjungkal, Kok Bisa?

BI juga akan terus memantau perkembangan perekonomian global dan dampaknya terhadap perekonomian domestik. Serta mempersiapkan second line of defense bersama dengan institusi eksternal terkait.

"Hal itu langkah-langkah BI untuk terus memperkuat upaya stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya dengan tetap mendorong mekanisme pasar," jelasnya.

 

(feb)

Agus Marto: Rupiah Melemah Akibat Kondisi AS

Pelemahan Rupiah, menurut Agus disebabkan kondisi global yang lebih kuat, khususnya dari negara adidaya AS, dibandingkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia.

Dia menyatakan, inflasi masih sesuai dengan kisaran 3,5+1%, defisit transaksi berjalan lebih rendah dari batas aman 3% PDB, momentum pertumbuhan ekonomi berlanjut diikuti oleh struktur pertumbuhan yang lebih baik, dan stabilitas sistem keuangan yang tetap kuat.

Kepercayaan asing juga terus membaik yang tercermin pada upgrade rating Indonesia oleh Moody’s, JCRA, dan R&I serta dimasukkannya obligasi negara ke dalam Bloomberg Global Bond Index.

Rupiah Tak Berisiko Melemah ke Level Rp15.000 per Dolar AS

Namun, kondisi ekonomi AS lebih kuat berdampak sehingga nilai USD meningkat. Mata uang Paman Sam ini mengalami penguatan akibat dari berlanjutnya kenaikan yield UST (suku bunga obligasi negara AS) hingga mencapai 3,03%. Persentase ini tertinggi sejak tahun 2013.

Baca Juga : Menko Darmin Prediksi Rupiah Tak Akan Kembali ke Rp13.500/USD

"Secara umum dalam kajian BI ekonomi Indonesia terus membaik walaupun sekarang ini kondisi global memiliki dinamika tinggi sehingga kondisi ekonomi yang baik tertutup kondisi dunia yang penuh dinamika," jelasnya.

Dari kondisi domestik, depresiasi Rupiah juga terkait faktor musiman permintan valas yang meningkat pada triwulan-II. Hal ini akibat keperluan pembayaran utang luar negeri dan pembiayaan impor, serta dividen.

(feb)

(Rani Hardjanti)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement