JAKARTA - Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) terus melanjutkan pelemahannya. Melansir Bloomberg Dollar Index pada Senin, 7 Mei 2018 Rupiah bahkan tertekan ke level Rp14.001 per USD.
Penguatan USD pun terus berlanjut, memukul Rupiah ke level Rp14.084 per USD pada penutupan perdagangan Rabu, 9 Mei 2018.
Kondisi ini pun membuat Gubernur BI hingga Pengamat angkat bicara. Berikut fakta-fakta dibalik pelemahan Rupiah, seperti yang dirangkum Okezone, Kamis (10/5/2018):
1.Rupiah Tak Melemah Sendirian
Gubernur BI Agus Martowardojo menyatakan pelemahan Rupiah merupakan dampak dari menguatnya USD secara berskala luas (broadbased) terhadap seluruh mata uang, sehubungan dengan semakin solidnya ekonomi AS di tengah lambatnya pemulihan ekonomi di berbagai kawasan.

Depresiasi Rupiah pun tak lebih tinggi dibandingkan dengan negara lainnya.
Nilai tukar Rupiah secara year to date (ytd) per 8 Mei 2018 melemah 3,44%, sedangkan Peso Filipina melemah 3,72%, Rupee India 4,76%, Real Brasil 6,83%, Rubel Rusia 8,93%, dan Lira Turki 11,51%.
"Tekanan pada nilai tukar mata uang negara-negara maju lainnya juga besar," kata Agus dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Rabu 9 Mei 2018.
2. Sudah Alami Tekanan Sejak 5 Tahun Terakhir
Agus menyatakan, Indonesia telah mengalami beberapa tekanan yang cukup besar seperti saat ini dalam lima tahun terakhir, sejak bank sentral AS melakukan program tapering off di tahun 2013. Dengan demikian, Indonesia diyakini bisa melewati tekanan ini, seperti yang terjadi selama 5 tahun terakhir.

"BI meyakini bahwa Indonesia juga akan berhasil melewati tekanan saat ini dengan baik, dengan perekonomian yang tetap tumbuh berkesinambungan dan stabil," katanya
3. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tetap Baik
Agus mengungkapkan, kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia tercermin dari data realisasi pertumbuhan PDB Triwulan IV 2017, serta pertumbuhan PDB Triwulan I 2018 sebesar 5,06% (yoy), yang tetap stabil, kuat, dengan struktur ekonomi yang lebih baik.
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2018 merupakan capaian tertinggi di pola musiman triwulan I sejak tahun 2015. Permintaan domestik yang meningkat pada triwulan I 2018 juga didukung oleh investasi yang naik dan konsumsi swasta yang tetap kuat. Sementara itu, kestabilan inflasi tetap terjaga pada level rendah sesuai target 3,5%+/-1%.
4. Sektor Properti Terdampak Pelemahan Rupiah
Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata mengatakan, pelemahan Rupiah tentunya akan berdampak buruk bagi sektor properti, khususnya properti dengan kelas atas atau high end. Karena mayoritas barang yang digunakan untuk pembangunan tersebut berasal dari impor.
"Kalau dolar semakin tinggi industri properti di sektor sektor tertentu yang kontennya impornya cukup tinggi menjadi sangat kesulitan. Lift misalnya itu yang pertama," ujarnya saat ditemui di Kantor Pusat DPP REI, Jakarta, Rabu 9 Mei 2018.
Sementara untuk rumah MBR, dirinya menyebut, tidak akan naik secara signifikan. Karena kebanyakan bahan baku yang digunakan merupakan konten lokal.

"Tapi secara logika seperti itu kecuali di sektor rumah rakyat enggak banyak pengaruh. Karena treatment pemerintahnya cukup kuat dan konten lokalnya banyak sekali," jelasnya.
5. Atasi Pelemahan Rupiah Jangan Hanya Andalkan Cadangan Devisa
Menurut Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM Tony Prasetiantono, BI jangan berpikir mengintervensi pelemahan Rupiah dengan cadangan devisa saja. Tapi dengan kebijakan menaikkan suku bunga.
Pasalnya, sejak dolar AS menguat dan menekan mata uang tidak hanya Rupiah. Seluruh dunia mulai mengambil kebijakan untuk meninggalkan suku bunga acuan rendah.
"Kalau tidak segera merespons menurut saya telat. Kalau telat itu costly. Apa? cadev kita akan berkurang dan itu bisa membuat pasar grogi. Cepatlah BI naikkan suku bunga," ujarnya di sebuah diskusi, Jakarta, Rabu 9 Mei 2018.

Dia menegaskan, BI menaikkan suku bunga adalah opsi yang harus segera ditempuh. Sebab, fluktuasi nilai tukar bukan lagi hitungan bulan ataupun tahun, tapi detik demi detik.
6. Langkah BI Stabilkan Rupiah
Agus mengatakan, untuk menjaga kesinambungan pemulihan ekonomi, BI terus menempuh langkah-langkah stabilisasi yang diperlukan.
Di antaranya dengan tetap melanjutkan intervensi di pasar valuta asing secara terukur, stabilisasi di pasar Surat Berharga Negara (SBN), dan mengoptimalkan berbagai instrumen operasi moneter valas dan Rupiah.
Selain itu, BI juga akan membuka lelang Forex Swap untuk menjaga ketersediaan likuiditas Rupiah dan menstabilkan suku bunga di pasar uang untuk memastikan tekanan terhadap nilai tukar Rupiah terkelola dengan baik.
Lanjut Agus, BI juga tengah mempersiapkan langkah kebijakan moneter yang tegas dan akan dilakukan secara konsisten. Termasuk melalui penyesuaian suku bunga kebijakan 7-day Reverse Repo Rate dengan lebih memprioritaskan pada stabilisasi.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)