JAKARTA – Pemerintah saat ini sedang mencari solusi terkait kendala pasokan implementasi perluasan mandatori B20. Pelaku usaha biofuel berkomitmen mendistribusikan minyak sawit sesuai jadwal.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengakui, jika implementasi perluasan B20 masih terkendala pasokan distribusi minyak sawit FAME (Fatty Acid Methyl Esters) dari Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BBN) ke Badan Usaha Bahan Bakar Minyak (BBM). Menurut dia, selain terkendala distribusi implementasi perluasan B20 juga masih terkendala teknis dan penyimpanan sehingga belum maksimal.
“Memang ada beberapa kendala. Selain masalah distribusi, ada kendala teknis dan penyimpanan. Saat ini aturan sedang disiapkan,” ujar dia di Jakarta.
Pihaknya tak menampik jika saat ini belum semua Badan Usaha BBM menerima pasok an minyak sawit. Meski begitu, pemerintah berupaya agar kebijakan itu bisa berjalan lancar sehingga tersalur di seluruh terminal BBM karena dampaknya sangat besar untuk mengurangi impor solar.
“Kami sedang berusaha terus. Ini sedang di atur,” katanya.
Hal senada juga dikatakan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Ridha Mulayana. Menurut Ridha, seluruh kendala implementasi perluasan B20, baik distribusi maupun teknis segera dicarikan solusi. Hal itu agar implementasi perluasan B20 bisa berjalan optimal.
“Akan dibahas semua kendala yang masih ditemui di lapangan dan dicarikan solusinya,” kata dia.
Vice President Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito mengatakan, dari 112 terminal BBM Pertamina, hanya 69 sudah tersalurkan minyak sawit. Adapun yang belum tersalurkan terdapat di daerah Indonesia bagian timur, seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, dan Sulawesi. Meski begitu, pihaknya enggan menyebut alasan terminal BBM khususnya yang memasok ke wilayah timur Indonesia belum tersalurkan FAME. Pertamina, kata dia, menyerahkan terkait kendala kepada pemerintah.
Sementara itu, Ketua Harian AsosiasiProdusenBio fuels Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengatakan, produsen biofuel mendukung implementasi perluasan B20 yang saat ini sedang digencarkan pemerintah. Pihaknya berkomitmen akan memasok minyak sawit sesuai jadwal.
“Kami anggap ini sebuah tantangan yang harus diupayakan agar biodiesel tersedia di seluruh titik,” ujar dia.
Pihaknya terus berkoordinasi dengan semua produsen biofuels di mana letak kendalanya sehingga pengiriman menjadi tidak optimal. Bahkan, hingga saat ini pihaknya belum mengetahui pasti kendala yang dihadapi produsen. Pasalnya, setiap badan usaha mempunyai kendala masing-masing yang tidak bisa digeneralisasikan jika permasalahannya hanya terkait distribusi.
“Kami sedang melakukan koordinasi untuk menyisir masalah yang ada. Kami sedang berupaya untuk diatasi dan sedang dilakukan koordinasi dengan berbagai pihak,” kata dia.
Ketua Umum Aprobi Master Parulian Tumanggor menyatakan kesiapannya menyesuaikan antara pemesanan dan pengirim an FAME ke Badan Usaha BBM sesuai jangka waktu yang telah di tetapkan pemerintah.
“Kepatuhan tersebut merupakan dukungan produsen minyak sawit kepada pemerintah terkait kebijakan implementasi perluasan mandatori B20,” ujarnya.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto sebelumnya mengatakan, pemerintah sedang mengatur batas waktu pengiriman minyak sawit dari Badan Usaha BBN ke Badan Usaha BBM. Hal itu guna mengantisipasi kendala pasokan FAME dari Badan Usaha BBN ke Badan Usaha BBM sehingga implemen tasi perluasan mandatori B20 bisa berjalan maksimal.
“Purchase Order (PO) kami putuskan paling lama 14 hari sebelum pengiriman, karena Badan Usaha BBN membutuhkan transportasi pencarian moda kapal dari titik pabrikan hingga ke depot BBM,” ujar dia.
Djoko menyatakan, waktu 14 hari cukup untuk menyiapkan kapal dan transportasi pengiriman FAME kepada badan usaha bahan bakar minyak.
“Nanti kami perkuat dengan keputusan direktur jenderal,” kata dia.
(Nanang Wijayanto)
(Kurniasih Miftakhul Jannah)