Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

5,98 Juta Tenaga Konstruksi Indonesia Hanya Lulusan SD-SMA

Giri Hartomo , Jurnalis-Kamis, 25 Oktober 2018 |13:26 WIB
5,98 Juta Tenaga Konstruksi Indonesia Hanya Lulusan SD-SMA
Ilustrasi (Foto: Shutterstock)
A
A
A

JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebut pentingnya sertifikasi tenaga konstruksi untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia. Sebab tanpa sertifikat, jumlah tenaga ahli konstruksi masih sangat rendah.

Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin mengatakan pada 2017, jumlah tenaga konstruksi Indonesia mencapai 8.136.636 orang. Dari jumlah tersebut 5,98 juta orang merupakan lulusan SD sampai SMA. Sedangkan sisanya merupakan lulusan SMA hingga Perguruan Tinggi.

Baca Juga: Jokowi Bakal Berikan Sertifikat untuk 12.000 Tenaga Konstruksi Akhir Bulan Ini

Sedangkan jumlah tenaga kerja konstruksi yang sudah memiliki sertifikat hanya sekitar 485 ribu saja atau sekitar 5,9% dari tenaga konstruksi secara keseluruhan. Adapun rinciannya adalah, 68,7% atau sekitar 333 ribu merupakan tenaga kerja terampil, dan 31,3% atau 151 ribu merupakan tenaga kerja ahli.

"Kita sadar bahwa infrastruktur tidak bisa berjalan tanpa dukungan SDM," ujarnya saat ditemui di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta, Kamis (25/10/2018).

Oleh karena itu lanjut Syarif, ke depannya pihaknya akan berfokus untuk mengembangkan dan mendorong penguatan SDM lewat sertifikasi tenaga konstruksi. Tak tanggung-tanggung dari usulan pagu indikatif sebesar Rp558 miliar yang diterima Ditjen Bina Konstruksi, sebagian besarnya akan digunakan untuk membiayai sertifikasi SDM Infratruktur.

"Saat ini (anggaran Ditjen Bimas Konstruksi) kita coba dominasi dengan (sertifikasi) SDM," ucapnya.

Baca Juga: Baru 485.000 Tenaga Konstruksi di RI yang Memiliki Sertifikat

Syarif menjelaskan, untuk meningkatkan giatkan kualitas tenaga konstruksi pihaknya telah menyiapkan metode-metode latihan. Metode latihan ini nantinya akan memaksimalkan kinerja balai jasa kosntruksi wilayah, balai peralatan konstruksi dan balai penerapan teknologi konstruksi.

Kemudian, menggunakan metode latih melalui kerja sama stakeholder konstruksi. Dan selanjutnya, menggunakan metode latih kerja sama dengan pemda, latih mandiri swasta, serta latih oleh Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK).

Syarif berharap dengan metode-metode tersebut seluruh tenaga konstruksi bisa memiliki keahlian yang sama sesuai bidangnya masing-masing. Sehingga status pendidikan pun tidak terlalu ada efeknya karena hampir semuanya memiliki sertifikat.

"Yang pertama adalah dari sisi pendidikannya. Yang kedua adalah pengalaman kerjanya. Dasar itulah yang membedakan kalo tidak mempunya sertifikat,” jelasnya.

 (Feb)

(Rani Hardjanti)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement