JAKARTA –Tersandung masalah hukum yang menimpa pengembang properti Meikarta, menuai banyak keprihatinan dari pelaku pasar dan termasuk investor karena bakal mengikis kepercayaan masyarakat. Namun demikian, proses hukum yang sedang dijalani Meikarta harus dihormati dan diharapkan tidak menghambat proyek properti yang tengah di jalankan.
Baca Juga: Sempat Mangkir, BEI Kembali Panggil Manajemen Lippo Group Terkait Proyek Meikarta
Pengamat Properti Anton Sitorus mengatakan, pembangunan proyek Meikarta jangan dilihat permasalahan negatifnya saja. Menurutnya, ada banyak sisi positif dari proyek tersebut. Seperti menjadi salah satu solusi dari kebutuhan pemerintah menghadapi kekurangan suplai perumahan untuk masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah.”Ini untuk membantu program pemerintah, terutama Kebutuhan hunian di kota besar seperti Jakarta dan wilayah Jabodetabek pada umumnya,” ujarnya dikutip dari Harian Neraca, Kamis (1/11/2018).
Anton bertanya sekarang ini siapa saja yang mau bangun superblok dengan hunian terjangkau? Ia melihat Group Lippo menjawab hal itu. Padahal selama ini pasar hunian tersebut hanya menyasar kelas atas."Kita tahu Lippo punya mitra di proyek tersebut dengan Cina. Tapi coba lihat di luar negeri yang dibangun mereka mana ada yg menyasar mass market? Kebanyakan kelas atas (contoh Forest City di Johor Baru). Artinya dengan menyasar mass market yang harganya terjangkau," paparnya.
Baca Juga: 12 Bank Salurkan Kredit Meikarta Rp8 Triliun, Bank BRI: Kita Tak Ada Kerjasama
Dengan kata lain sambungnya, pemerintah juga diuntungkan karena membantu penyediaan hunian di segmen yang seharusnya ditangani pemerintah. Meikarta adalah kawasan yang hadir oleh inisiatif Lippo Group sebagai kota metropolitan mandiri yang akan membantu pemerintah dalam menyediakan pemukiman dengan kualitas di atas rata-rata dengan harga yang terjangkau. Saat ini pasar properti menghadapi kekurangan suplai untuk masyarakat, terutama di kota besar seperti Jakarta dan wilayah Jabodetabek pada umumnya.
Data resmi menyebutkan kekurangan perumahan (backlog) mencapai 7,6 juta unit, di mana Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan menargetkan backlog bisa turun ke angka 5,4 juta pada tahun 2019.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)