Hampir semua produsen besar mengikuti Malaysia dengan penurunan produksi yang terjadi dari tahun ke tahun. Sementara Indonesia menyumbang suplai sekitar 60% dari minyak sawit dunia sehingga pertumbuhannya akan mengangkat output CPO dunia sebanyak lebih dari 4 juta ton. Dorab E Mistry dari Godrej International Limited memuji perkembangan kebijakan bio-diesel Indonesia yang merupakan keberhasilan lobi para pemangku kepentingan sawit termasuk Gapki. Kebijakan ini telah mengakibatkan industri sawit Indonesia menjadi dinamis. Faktor pendukung lain adalah penandatanganan kerja sama Indonesia dan India untuk mempromosikan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) ke pasar India.
Secara umum bisa dikatakan bahwa prospek Indonesia sangat cerah. Kondisi ini sangat berbeda dengan persoalan yang dihadapi Malaysia. Malaysia tertinggal jauh karena kesulitan menghadapi masalah ketenagakerjaan dan keterlambatan peremajaan kebun. Ini berdampak panen dan harga yang rendah. Produksi minyak sawit pada 2019 diperkirakan terdampak oleh El Nino dalam intensitas sedang. Ini terjadi dengan biological low cycle yang akan memengaruhi produksi sawit di Indonesia dan Malaysia. Kebutuhan energi dunia menunjukkan peningkatan baik.
Demikian juga dengan peningkatan produksi pangan. Skenario pasokan minyak nabati dunia juga lebih baik dengan peningkatan lebih rendah. Karena penumpukan stok, asumsi yang dipakai dalam membuat outlook di antara harga brent. Harga brent crude sekitar USD80-90 per barel, dengan kemungkinan peningkatan suku bunga The Fed pada Desember 2018 dan 2019 serta pelambatan pertumbuhan GDP dunia pada 2018. Harga minyak sawit diperkirakan akan menyentuh harga paling rendah dan akan meningkat lagi.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)