JAKARTA– Defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD) diprediksi berpotensi berada di atas 3% dari produk domestik bruto (PDB) pada akhir tahun ini.
Neraca jasa dan neraca pendapatan primer bisa dipastikan akan defisit sekitar USD8 miliar hingga USD10 miliar. Sementara neraca pendapatan sekunder akan positif tipis di kisaran USD1 miliar.
Peneliti Center of Reforms on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, besarnya CAD pada kuartal IV/2018 akan ditentukan oleh neraca perdagangan. Apabila surplus besar, maka CAD pada kuartal IV/2018 akan menipis di kisaran USD5 miliar sampai dengan USD7 miliar.
”Tetapi, kalau tetap defisit, misalkan USD1 miliar, maka CAD akan kembali melonjak hingga USD9–10 miliar,” kata Piter saat dihubungi.
Baca Juga: Sri Mulyani: Defisit Transaksi Berjalan Bukanlah Sebuah Dosa
Dengan demikian, secara keseluruhan tahun 2018 Indonesia akan mengalami CAD lebih dari USD30 miliar. ”Artinya, CAD berpotensi di atas 3% PDB dan saya perkirakan sampai akhir tahun CAD akan terus bertambah,” ungkapnya.
Adapun defisit transaksi berjalan pada kuartal III/2018 sebesar USD8,8 miliar (3,37% PDB) atau lebih tinggi dibandingkan dengan defisit kuartal sebelumnya sebesar USD8,0 miliar (3,02% PDB), menurut Piter, disebabkan defisit perdagangan bulan Agustus yang meningkat besar.
”Sementara seperti biasa kita selalu mengalami defisit di neraca jasa dan pendapatan primer. Naiknya defisit perdagangan menambah besarnya defisit CA,” ujarnya.
Baca Juga: Defisit Neraca Transaksi Berjalan Meningkat 3,37%, BI: Masih Batas Aman
Menurut dia, pelebaran CAD ini mengingatkan bahwa persoalan struktural ekonomi Indonesia masih ada. ”Ini masih ada potensial membuat rupiah untuk terus melemah,” kata dia.
Meski CAD mengalami peningkatan, Bank Indonesia (BI) menilai, defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal III/2018 meningkat sejalan dengan menguatnya permintaan domestik.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman mengatakan, peningkatan defisit neraca transaksi berjalan dipengaruhi oleh penurunan kinerja neraca perdagangan barang dan meningkatnya defisit neraca jasa.
Penurunan kinerja neraca perdagangan barang terutama dipengaruhi oleh meningkatnya defisit neraca perdagangan migas.
”Sementara peningkatan surplus neraca perdagangan barang non migas relatif terbatas akibat tingginya impor karena kuatnya permintaan domestik,” kata Agusman.
Baca Juga: Menko Darmin: Jangan Lupa, Sejak Merdeka Kita Selalu Defisit
Peningkatan defisit neraca perdagangan migas terjadi seiring dengan meningkatnya impor minyak di tengah naiknya harga minyak dunia.
Defisit neraca transaksi berjalan meningkat juga bersumber dari naiknya defisit neraca jasa, khususnya jasa transportasi, sejalan dengan peningkatan impor barang dan pelaksanaan kegiatan ibadah haji.
Meski demikian, kata dia, defisit neraca transaksi berjalan yang lebih besar tertahan oleh meningkatnya pertumbuhan ekspor produk manufaktur dan kenaikan surplus jasa perjalanan seiring naiknya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara, antara lain terkait penyelenggaraan Asian Games di Jakarta dan Palembang.
Dia menuturkan, dengan perkembangan tersebut, secara kumulatif defisit neraca transaksi berjalan hingga kuartal III/ 2018 tercatat 2,86% PDB sehingga masih berada dalam batas aman.
Adapun transaksi modal dan finansial pada kuartal III/2018 mencatat surplus cukup besar sebagai cerminan masih tingginya kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian domestik.
Menurutnya, transaksi modal dan finansial pada kuartal laporan mencatat surplus USD4,2 miliar didukung oleh meningkatnya aliran masuk investasi langsung.
Selain itu, aliran dana asing pada instrumen Surat Berharga Negara dan pinjaman luar negeri korporasi juga kembali meningkat.
”Meskipun demikian, surplus transaksi modal dan finansial tersebut belum cukup untuk membiayai defisit transaksi berjalan sehingga Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III/2018 mengalami defisit sebesar USD4,4 miliar,” ujarnya.
Ke depan, kinerja NPI diprakirakan membaik dan bisa terus menopang ketahanan sektor eksternal.
Agusman mengungkapkan, koordinasi yang kuat dan langkah-langkah konkret yang telah ditempuh pemerintah bersama Bank Indonesia untuk mendorong ekspor dan menurunkan impor diyakini akan berdampak positif dalam mengendalikan defisit transaksi berjalan tetap berada di bawah 3%.
”BI juga akan terus mencermati perkembangan global yang bisa memengaruhi prospek NPI,” ungkapnya. (Kunthi Fahmar Sandy)
(Dani Jumadil Akhir)