Eksperimen dan Mitigasi
Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengungkapkan, saat ini 99% uang yang beredar di Indonesia masih berbentuk fisik dan masih sedikit yang menggunakan transaksi cashless. Uang digital tentunya punya banyak keunggulan seperti menghemat biaya cetak uang, kecepatan transaksi, dan administrasi lebih tercatat dengan baik.
“Sehingga mengurangi potensi korupsi dan menurunkan peredaran uang palsu,” ujarnya. Namun, catatannya, uang digital yang dikeluarkan bank sentral harus terjamin keamanan nya dari fraud atau serangan hacker. Selain itu harus bisa digunakan secara luas baik di seluruh transaksi keuangan maupun luar negeri.
Pengamat ekonomi dari UGM, Muhammad Edhie Purnawan menuturkan, mata uang digital dari bank sentral di masa depan akan menyediakan instrumen baru kebijakan moneter modern dan mempercepat inklusi keuangan. Memasuki era milenium ini, tandas Edhie, dunia berubah. Satu-satunya yang tetap adalah perubahan itu sendiri.
“Dan teknologi telah mengambil peran yang sedemikian dominan dalam kehidupan kita, termasuk teknologi mata uang yang dikeluarkan bank sentral,” katanya.

Menurut Edhi, apa yang disampaikan Christine Lagarde dalam Singapore Fintech Festival cukup masuk akal. Bank sentral-bank sentral dunia perlu secara sangat serius setelah meneliti mencobakan hasil penelitiannya tentang Central Bank Digital Currency (CBDC) seperti dalam sebuah arena sandbox secara terbatas.
Eksperimen-eksperimen yang maju sangat diperlukan dan amat sangat penting untuk mempersiapkan segala sesuatunya tentang berlakunya mata uang digital dari bank sentral di masa depan dengan desain teknologi yang mengikuti perkembangan terbaru tentang teknologi informasi.
“Sekali lagi, karena mata uang digital ini adalah sesuatu yang tak terhindarkan, pasti akan terjadi,” tandasnya.
Menurut dia, siapa yang sangat kuat melakukan eksperimen-eksperimen mata uang bank sentral dengan teknologi paling maju, dialah yang akan menang dalam pasar masa depan. “Karena untuk kasus ini, bagi bank sentral berlaku konsep first mover advantage, siapa yang jalan duluan, dialah yang akan memimpin,” ucapnya.
Tentu mitigasi faktor risiko dan kerumitan sistem dan manajemen teknologi harus menjadi prioritas utama untuk diprioritaskan. Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Pieter Abdullah Redjalam menilai, fenomena uang digital khususnya crypto currency yang saat ini tengah berlangsung menyiratkan bahwa dunia tengah memasuki masa peralihan menuju digital money yang bahkan bisa diterbitkan lembaga yang tidak diketahui.

Digital money adalah keniscayaan. Bank-bank sentral harus lebih proaktif menyongsong era uang digital. Dia menuturkan, yang perlu dipahami uang digital bukan sekadar cashless. Ketua Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengingatkan, ada dua istilah dalam tren digital, yaitu uang digital seperti e-money dan mata uang digital seperti Bitcoin. Untuk mengembangkan ekosistem uang digital bisa jadi tidak memerlukan ekosistem mata uang digital karena tetap menggunakan mata uang yang sama. Uang digital di Indonesia diprediksi akan tumbuh terus dan diharapkan pada 2020 masuk level matang.
“Mata uang digital seperti Bitcoin juga bagian dari uang digital,” ujar Heru kemarin. Untuk uang digital Indonesia belum siap secara infrastruktur meski sudah mulai dipakai dan bahkan ada yang menginvestasikan. Walau secara aturan mata uang resmi di Indonesia adalah rupiah, tidak berarti bank sentral hanya berpangku tangan terhadap perkembangan mata uang digital. Dikhawatirkan, jika tidak dilakukan percepatan regulasi dan infrastruktur, nantinya masyarakat dan industri bisa jadi korban.
“Contohnya dalam investasi uang kripto atau juga penggunaan uang digital oleh wisatawan yang disebut dengan turis zero dolar,” ujarnya.
(Feby Novalius)