JAKARTA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah menunda penerapan kebijakan Daftar Negatif Investasi (DNI) 2018 yang masuk Paket Kebijakan Ekonomi XVI.
Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P Roeslani mengatakan, ada poin-poin yang perlu mendapatkan perhatian pemerintah, khususnya berkaitan dengan Daftar Negatif Investasi (DNI) 2018.
“Kebijakan investasi ini berkaitan erat dengan dunia usaha dan Kadin sebagai lembaga yang mewadahi para pengusaha . Dengan demikian, objektivitas kebijakan ini akan turut di pengaruhi oleh masukan-masukan dari dunia usaha,” ujar Rosan dalam rilisnya, kemarin.
Mengingat urgensi kebijakan relaksasi tersebut bagi dunia usaha, kata Rosan, Kadin akan mengumpulkan 124 asosiasi pengusaha pada hari ini untuk membahas poin-poin usulan dunia usaha.
Baca Juga: 25 Bidang Usaha Bisa Dikuasai Asing, Menperin: Kita Tetap Lindungi Industri Kecil
Oleh karena itu, Kadin meminta pemerintah menunda penerapan aturan DNI hingga ada dialog dan masukan yang mewakili kepentingan pelaku usaha. “Detail masukannya akan kami sampaikan nanti, setelah dibahas bersama asosiasi pengusaha. Karena itu, kami berharap pemerintah bisa menunda penerapan DNI,” katanya.
Hal ini perlu disampaikan Kadin mengingat keluarnya kebijakan relaksasi DNI terjadi tanpa dialog atau konsultasi untuk mendengarkan masukan Kadin, sebagaimana lazim terjadi sebelum keluarnya paket-paket kebijakan ekonomi sebelumnya.

Poin lain menjadi perhatian Kadin adalah nasib UMKM nasional. Bagi pelaku usaha, UMKM merupakan kawah pembentukan spirit kewirausahaan. Sementara bagi masyarakat banyak, UMKM menjadi naungan bagi lebih dari 95% tenaga kerja nasional.
Sedangkan bagi perekonomian nasional, sektor UMKM menjadi salah satu motor baru yang bisa mendorong pertumbuhan lebih tinggi. Oleh sebab itu, kebijakan berkaitan dengan sektor UMKM perlu dipertimbangkan matang, termasuk kaitannya dengan investasi.
“Berkaitan dengan isu tersebut, Kadin segera melakukan pertemuan dengan Menteri Perekonomian, Kepala BKPM, dan menteri terkait lainnya,” ujar Rosan.
Baca Juga: Revisi DNI Dianggap Rugikan UMKM, Ini Kata Menko Darmin
Sementara itu, Asosiasi Perusahaan Pengendalian Hama Indonesia (Aspphami) meminta pemerintah menunda diberlakukannya DNI terhadap sektor industri pelayanan pengendalian hama/fumigasi.
Pasalnya, dengan memungkinkan investasi masuk hingga 100% bagi asing di sektor itu dinilai akan mengecilkan porsi pelaku usaha lokal. “Tentu kami sangat keberatan dengan dikeluarkannya DNI untuk sektor ini, mengingat mayoritas pelaku usaha pest control (pengendalian hama) 99% adalah UMKM yang seharusnya dilindungi pemerintah,” ungkap Ketua Umum Aspphami Boyke Arie Pahlevi di Jakarta.

Selama ini, kata dia, pihaknya melakukan upaya membangun sistem manajemen konvensional yang dilakukan UMKM agar semakin berkembang. Seharusnya upaya yang dilakukan itu didukung pemerintah melalui perlindungan dan pembinaan.
“Kami tentu membuka lebar-lebar akan hadirnya investasi, baik asing maupun lokal, agar industri jasa pengendalian hama semakin maju. Namun, pola kemitraan dengan UKM-UKM yang sudah ada bisa menjadi pilihan baik bagi keberlangsungan usaha, juga agar lebih menggairahkan sektor ini karena sebenarnya potensi pasarnya besar,” kata Boyke.
Diketahui, DNI final hasil relaksasi 2018 akan dimuat dalam revisi Peraturan Presiden Nomor 44/2017. Ditargetkan aturan itu bisa diselesaikan pada akhir pekan ini.
(Feby Novalius)