Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Perang Dagang AS-China dan Gerak IHSG-Rupiah

Koran SINDO , Jurnalis-Senin, 03 Desember 2018 |09:58 WIB
Perang Dagang AS-China dan Gerak IHSG-Rupiah
Ilustrasi: Foto Shutterstock
A
A
A

Menurutnya sumber risiko utama adalah kebijakan kenaikan mata uang AS atau FFR yang masih akan terus berlanjut setidaknya hingga awal 2020. Kondisi baru dapat lebih normal apabila kebijakan FFR tersebut berhenti.

“Fluktuasi harga tinggi sekali sampai tahun depan. Nilai kurs diragukan untuk kembali ke Rp13.000 cukup berat. Akhir tahun lalu kurs rupiah berada di Rp13.580. Tahun depan masih ada beberapa ketidakpastian terutama kebijakan Presiden Trump,” ujar Anton.

Dia secara khusus juga mengatakan perkembangan harga minyak dunia akan menjadi sentimen utama. Harga minyak dunia yang sekarang sedang turun diprediksi hanya sementara. Beberapa pengamat menilai tahun depan harga minyak diperkirakan naik lagi ke level USD70/barel.

“Kita harus waspada harga minyak dunia akan ke mana. Sekarang mungkin sedang turun. Apakah ini akan berlanjut terus atau tidak. Dampaknya pada defisit neraca perdagangan nanti,” ujarnya.

Tahun 2019 pihaknya memproyeksikan kurs Rp14.600 rata-rata sepanjang tahun depan masih lebih bagus daripada asumsi APBN 2019 yang mematok Rp15.000.

Dalam waktu dekat sentimen positif diharapkan akan datang dari kemungkinan kesepakatan dagang antara AS dan China di sela pertemuan G-20 Summit.

“Ini diharapkan dapat menjadi sentimen positif untuk waktu dekat apabila AS dan China dapat duduk bersama dan ada kompromi. Mungkin bisa lebih tenang,” katanya.

(Dani Jumadil Akhir)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement