Ironisnya, fatwa pengharaman rokok konvensional selama ini umumnya didasarkan pada anggapan bahwa nikotin merupakan zat adiktif berbahaya dan beracun bagi kesehatan. Padahal berbagai riset terakhir menyebutkan zat yang membahayakan bagi kesehatan tubuh adalah zat TAR dan karbon monoksida.
Sumanto menuturkan, di berbagai negara maju seperti Inggris, keberadaan produk tembakau alternatif terbukti menurunkan bahaya atau risiko bagi konsumennya. Lembaga ternama seperti Public Health England (Inggris), sebuah badan kesehatan independen di bawah Kementerian Kesehatan Inggris dalam risetnya menyatakan, produk tembakau alternatif mampu menekan atau menurunkan risiko kesehatan hingga 95%.
Hasil riset Food and Drug Administration (Amerika Serikat) dan Federal Institute for Risk Assessment (Jerman) juga menemukan hasil yang hampir sama. “Pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan dengan saksama temuan-temuan empiris dan bukti-bukti ilmiah hasil penelitian yang dilakukan sejumlah lembaga riset atau badan otoritas, baik pemerintah maupun non pemerintah, baik dalam dan luar negeri, yang menyatakan bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko kesehatan lebih rendah daripada rokok,” kata Sumanto.
Sumanto menjelaskan, keberadaan fatwa tentang produk tembakau alternatif akan memperkuat upaya pemerintah dalam menerapkan pendekatan pengurangan risiko (harm reduction) untuk menurunkan angka pengguna (prevalensi) merokok di Indonesia. “Keberadaan fatwa ulama ini nanti bisa berjalan beriringan dengan regulasi yang diterapkan pemerintah tentang produk tembakau alternatif,” ujarnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)